Sunday, November 30, 2014

MANFAAT PERENCANAAN PEMBELAJARAN


Oleh Sanudin Dzikri
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang

Manfaat Perencanaan Pembelajaran Perencanaan pembelajaran memainkan peran penting dalam memandu guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik dalam melayani kebutuhan belajar siswanya. Perencanaan pembelajaran juga dimaksudkan sebagai langkah awal sebelum proses pembelajaran berlangsung. Terdapat beberapa manfaat perencanaan pembelajaran dalam proses belajar mengajar yaitu:
1.      Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan
2.      Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan
3.      Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur guru maupun unsur murid
4.      Sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketepatan dan kelambatan kerja
5.      Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja, dan
6.      Untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat, dan biaya.
Sedangkan penerapan konsep dan prinsip pembelajaran berbasis kompetensi diharapkan bermanfaat untuk:
1.      Menghindari duplikasi dalam memberikan materi pelajaran. Dengan menyajikan materi pelajaran yang benar-benar relevan dengan kompetensi yang ingin dicapai, dapat dihindari terjadinya duplikasi dan pemberian materi pelajaran yang terlalu banyak
2.      Mengupayakan konsistensi kompetensi yang ingin dicapai mengajarkan suatu mata pelajaran. Dengan kompetensi yang telah ditentukan secara tertulis, siapapun yang mengajarkan mata pelajaran tertentu tidak akan bergeser atau menyimpang dari kompetensi dan materi yang telah ditentukan
3.      Meningkatkan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, kecepatan, dan kesempurnaan siswa
4.      Membantu mempermudah pelaksanaan akreditasi. Pelaksanaan akreditasi akan lebih dipermudah dengan menggunakan tolok ukur standar kompetensi
5.      Memperbarui sistem evaluasi dan laporan hasil belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis kompetensi, keberhasilan siswa diukur dan dilaporkan berdasar pencapaian kompetensi atau subkompetensi tertentu, bukan didasarkan atas perbandingan dengan hasil belajar siswa yang lain
6.      Memperjelas komunikasi dengan siswa tentang tugas, kegiatan, atau pengalaman belajar yang harus dilakukan, dan cara yang digunakan untuk menentukan keberhasilan belajarnya
7.      Meningkatkan akuntabilitas publik. Kompetensi yang telah disusun, divalidasikan, dan dikomunikasikan kepada publik, sehingga dapat digunakan untuk mempertanggung-jawabkan kegiatan pembelajaran kepada publik
8.      Memperbaiki sistem sertifikasi. Dengan perumusan kompetensi yang lebih spesifik dan terperinci, sekolah/ madrasah dapat mengeluarkan sertifikat atau transkrip yang menyata­kan jenis dan aspek kompetensi yang dicapai.


Saturday, November 29, 2014

Model Pembelajaran Mind Mapping

Oleh Ali Rosyid
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang
Mind mapping merupakan cara untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambilnya kembali ke luar otak. Bentuk mind mapping seperti peta sebuah jalan di kota yang mempunyai banyak cabang. Seperti halnya peta jalan kita bisa membuat pandangan secara menyeluruh tentang pokok masalah dalam suatu area yang sangat luas. Dengan sebuah peta kita bisa merencanakan sebuah rute yang tercepat dan tepat dan mengetahui kemana kita akan pergi dan dimana kita berada.
Mind mapping bisa disebut sebuah peta rute yang digunakan ingatan, membuat kita bisa menyusun fakta dan fikiran sedemikian rupa sehingga cara kerja otak kita yang alami akan dilibatkan sejak awal sehingga mengingat informasi akan lebih mudah dan bisa diandalkan daripada menggunakan teknik mencatat biasa.
Dikategorikan ke dalam teknik kreatif karena pembuatan mind mapping ini membutuhkan pemanfaatan imajinasi dari si pembuatnya. Siswa yang kreatif akan lebih mudah membuat mind mapping ini. Begitu pula, dengan semakin seringnya siswa membuat mind mapping, dia akan semakin kreatif.
Mind Mapping menggunakan teknik penyaluran gagasan dengan menggunakan kata kunci bebas, simbol, gambar, dan menggambarkan secara kesatuan dengan menggunakan teknik pohon.
Langkah-langkah pembelajaran mind mapping, yaitu: (a) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai, (b) Guru menyajikan materi sebagaimana biasa, (c) Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang, (d) Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya, (e) Menugaskan siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya, (f) Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang kiranya belum dipahami siswa, (g) Kesimpulan/penutup.
Ada beberapa kelebihan saat menggunakan teknik mind mapping ini, yaitu : (a) Cara ini cepat, (b) Teknik dapat digunakan untuk mengorganisasikan ide-ide yang muncul dikepala anda, (c) Proses mengganbar diagram bisa memunculkan ide-ide yang lain, (d) Diagram yang sudah terbentuk bisa menjadi panduan untuk menulis.
Kekurangan model pembelajaran mind mapping, yaitu: (a) Hanya siswa yang aktif yang terlibat, (b) Tidak sepenuhnya murid yang belajar, (c) Jumlah detail informasi tidak dapat dimasukkan.

Sumber:
http://www.ras-eko.com/2011/05/model-pembelajaran-mind-mapping.html 


PROSES PEMBELAJARAN YANG HARUS DILAKUKAN DI KELAS

Oleh Annisa Tri Wahyuningsih
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang

A.  Kegiatan Pra dan Awal Pembelajaran
Kegiatan pendahuluan dalam pembelajaran sering pula disebut dengan pra-instruksional. Fungsi kegiatan tersebut utamanya adalah untuk menciptakan awal  pembelajaran yang efektif yang memungkinkan siswa dapat mengikuti proses  pembelajaran dengan baik. Untuk memahami tentang kegiatan dan prosedur dalam kegiatan awal pembelajaran, di bawah ini akan diuraikan tentang kegiatan tersebut.
1.    Menciptakan kondisi awal pembelajaran proses pembelajaran akan berhasil dengan baik apabila guru dapat mengkondisikan kegiatan belajar secara efektif. Kondisi belajar tersebut harus dimulai dari tahap pendahuluan atau awal pembelajaran.

Upaya yang harus dilakukan untuk mewujudkan kondisi awal pembelajaran yang baik di antaranya:
a.    Menciptakan sikap dan suasana kelas yang menarik kondisi belajar dapat dipengaruhi oleh sikap guru di depan kelas. Guru harus memperlihatkan sikap yang menyenangkan supaya siswa tidak merasa tegang, kaku bahkan takut. Kondisi yang menyenangkan ini harus diciptakan mulai dari awal pembelajaran sehingga siswa akan mampu melakukan aktivitas belajar dengan penuh percaya diri tanpa ada tekanan yang dapat menghambat kreativitas siswa.
b.    Mengabsen siswa guru mengecek kehadiran siswa. Untuk menghemat waktu dalam mengecek kehadiran siswa dapat dilakukan dengan cara siswa yang hadir disuruh menyebutkan siswa yang tidak hadir, kemudian guru menanyakan mengapa yang  bersangkutan tidak hadir dan seterusnya.
c.    Menciptakan kesiapan belajar siswa kesiapan (readinees) belajar siswa merupakan salah satu prinsip belajar yang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
d.   Menciptakan suasana belajar yang demokratis pada hakikatnya suasana belajar yang demokratis dapat dikondisikan melalui  pendekatan proses belajar CBSA (Cara Belajar Siswa aktif). Untuk menciptakan suasana belajar yang demokratis guru harus membimbing siswa agar berani menjawab, berani bertanya, berani berpendapat atau berani mengeluarkan ide- ide, dan berani memperlihatkan unjuk kerja (performace). Suasana belajar yang demokratis harus dikondisikan sejak awal pembelajaran, guru harus selalu memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan kreativitas.

2.       Melaksanakan kegiatan apersepsi dan melaksanakan tes awal penilaian awal atau pre tes tujuannya adalah untuk mengukur dan mengetahui sejauh mana materi atau bahan pelajaran yang akan dipelajari sudah dikuasai oleh siswa. Kemampuan awal tersebut sebagai dasar untuk kelanjutan bahan pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa

DOMAIN TAKSONOMI TUJUAN PEMBELAJARAN

Oleh Aida  Rosmaniar
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang


Taksonomi tujuan pembelajaran terbagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah kognitif, wilayah afektif, dan wilayah psikomotorik.  Wilayah-wilayah ini terintegrasi dan berkinerja, menyebabkan hubungan interaktif antar kawasan taksonomi.
 Wilayah Kognitif merupakan wilayah yang membahas tujuan pembelajaran berkenaan dengan proses mental yang berawal dari tingkat pengetahuan sampai tingkat yang lebih tinggi yakni evaluasi. Wilayah kognitif ini terdiri atas enam tingkatan yang secara heirarkhis berurut dari dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi yaitu: tingkat pengetahuan, tingkat pemahaman, tingkat penerapan, tingkat analisis, tingkat sintesis, tingkat evaluasi
Wilayah afektif merupakan satu dominan yang berkaitan dengan sikap, nilai-nilai interes, apresiasi (penghargaan) dan penyesuain perasaan sosial. Tingkatan afeksi terdiri dari lima tahapan sebagai berikut: kemauan menerima, kemauan menanggapi, berkeyakinan, penerapan karya, ketekunan dan ketelitian.
Wilayah psikomotorik mencakup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan (skill) dan bersifat manual atau motorik. Dengan urutan tingkatan dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks seperti persepsi, kesiapan melakukan kegiatan, mekanisme, respon terbimbing, kemahiran, adaptasi, originasi.

Friday, November 28, 2014

Pendekatan Creative Problem Solving

Oleh Rian Rifqi Ariyanto
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang

Pada abad 1950, Osborn mengkoordinir para pebisnis dan pendidik berkumpul bersama di Annual Creative Problem Solving Institute di Buffalo. Mereka saling sharing tentang metode dan teknik pembelajaran guna untuk mengembangkan kreativitas pembelajaran yang berguna untuk masyarakat secara umum. Berdasarkan perkumpulan itu, akhirnya menghasilkan sebuah program yang dikenal dengan Creatif Problem Solving. Dalam program ini, terdapat enam kriteria yang yang digunakan sebagai landasan dan sering dikenal dengan singkatan OFPISA (Objective Finding, Fact Finding, Idea Finding, Solution Finding, dan Acceptence Finding).
Struktur Creatif Problem Solving (CPS) diperkenalkan pertama kali oleh Osborn sebagai salah satu metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah secara kreatif. Osborn juga berpendapat bahwa hampir semua upaya pemecahan masalah itu mencakup enam karakteristik tersebut.  Begitu juga dalam konteks pembelajaran siswa dapat menggunakan keenam tahap tersebut sebagai menyelasaikan permasalahan siswa dalam belajar. Sedangkan guru hanya mengarahkan siswa untuk menggunakan pemecahan masalah secara kreatif. Guru juga bertugas merangsang siswa agar bisa membuat siswa berpikir, dan berdiskusi untuk memecahkan masalah.
Untuk menggunakan CPS sebagai pendekatan berpikir berbasis masalah harus melalui Sinta proses CPS berdasarkan kriteria OFPISA model Osborn-Parnes, yaitu : 1). Objective Finding, guru membrainstorming siswa tentang sejumlah tujuan dan sasaran yang dapat digunakan untuk kerja kreatif. Kemudian siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok dan diberi permasalahan untuk didiskusikan. Dalam proses ini siswa diharapkan bisa menemukan solusi sebagai hasil dari diskusi; 2). Fact Finding, siswa membrainstorming semua fakta yang berkaitan dengan sasaran tersebut. Guru menulis setiap perspektif yang dikemukakan siswa. Kemudian guru memberi waktu kepada siswa untuk merefleksikan fakta yang ditemukan apa saja yang relevan dengan sasaran dan solusi permasalahan; 3). Problem Finding, dalam kreativitas terdapat aspek terpenting, diantaranya yaitu mendefinisikan kembali permasalahan yang diberikan agar siswa menjadi lebih dekat dengan masalah, sehingga siswa dapat menemukan solusi dengan jelas. Salah satu caranya yaitu dengan brainstorming; 4). Idea Finding, gagasan-gagasan atau perspektif siswa didaftar untuk melihat kemungkinan menjadi solusi dari permasalahan. Hal ini merupakan langkah brainstorming  yang sangat penting. Setiap usaha siswa harus diapressiasi, meskipun gagasannya itu tidak relevan dengan sasaran. Setelah gagasan terkumpul semua, kemudian disortir yang relevan dengan sasaran dan gagasan yang potensial menjadi solusi; 5). Solution Finding, gagasan yang memiliki potensi besar menjadi solusi dievaluasi bersama. Salah satuncaranya dengan membrainstorming kriteria-kriteria yang dapat menemukan solusi yang terbaik. Kriteria ini dievaluasi sampai menghasilkan penilaian final atas gagasan yang terbaik untuk dijadikan solusi permasalahan; 6). Acceptence Finding, pada tahap ini siswa mulai mempertimbangkan fakta-fakta yang didapat dengan cara berpikir. Siswa diharapkan sudah bisa menemukan cara baru untuk menyelesaikan permasalahan secara kreatif.


Sumber : Huda, Miftahul. 2013. MODEL-MODEL PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN : ISU-ISU METODIS DAN PARADIGMATIS. Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR

Teori Belajar Humanistik



Oleh : Linda Rakhmawati


Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif. Humanistik ini menitik beratkan  pada interperseonal suatu individu. Selain pada hubungan interpersonal, para pendidik yang beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi.


Menurut aliran humanistik ini, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan siswa. Menurut ahli psikologi humanistik, bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang, untuk lebih baik dan juga belajar. Jadi sekolah harus berhati-hati supaya tidak membunuh insting ini dengan memaksakan anak belajar sesuatu yang mereka belum siap. Pemaksaan dalam belajar ini dapat mengganggu psikologis seorang anak ketika belum siap namun dipaksa.
Peran guru disini ialah sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk memenuhi kebutuhannya. Sehingga siswa merasa nyaman asyik melalui pelayanan guru terhadapnya serta guru mampu menciptakan kondisi belajar yang asyik membuat siswa tidak merasakan keterpaksaan untuk belajar sesuatu.
Belajar yang efektif ini melibatkan jiwa seseorang untuk dapat menyatu dengan situasi dan kondisi akan pembelajaran. Misalnya  belajar pada anak-anak sekolah dasar yang umumnya cenderung sukar diajak berkomunikasi dengan baik karena pada masa itu ialah masa kanak-kanak yang hanya bermain-main saja. Seorang anak ketika tidak mau belajar jangan tetap dipaksakan, karena selain mengganggu psikologi anak tersebut juga membuat siswa tersebut menjadi takut akan yang namanya belajar.
Belajar pada sekolah dasar atau pra-sekolah dasar dapat mengkombinasikan dengan bermain. Materi yang disajikan oleh guru janganlah monoton materi biasa, namun kombinasikan dengan teknik belajar dengan bermain sehingga siswa mau akan mengikuti pembelajaran. Jangan dilakukan di kelas saja usahakan juga dilakukan di luar kelas sekaligus bermain tanpa ada beban tetapi tetap materi yang sudah merupakan indikator bahan ajar haruslah tercapai. Guru juga harus bisa memahami jiwa/psikis masing-masing anak agar mengetahui metode dalam pembelajaran nantinya.

Teori Behavioristik dan Rumpunnya



Oleh : Linda Rakhmawati

Behaviorisme ialah menekankan perilaku atau tingkah laku. Belajar ialah pembentukan hubungan stimulus respons sebanyak-banyaknya.  Pembentukan stimulus respons dilakukan melalui ulangan-ulangan. Belajar pada dasarnya ialah suatu proses pengulangan apa yang telah diajarkan kepada siswa. Proses pembelajaran pada siswa ini mengacu pada stimulus yang diberikan oleh guru serta menekankan perilaku atau tingkah laku dari siswa pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Adapun rumpun-rumpun  behaviorisme ini antara lain:
Koneksionisme, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Seorang  guru memberikan stimulus kepada siswanya, kemudian siswa merespon atas stimuli yang guru berikan. Proses tersebut berulang-ulang sehingga pembelajaran terjadi saat adanya interaksi tersebut. Pada pengulangan stimuli maupun respon dapat dengan rangsangan guru yang bersifat memacu semangat/motivasi sehingga stimuli yang dihasilkan oleh siswa akan lebih optimal.
Teori pengkondisian (conditing), belajar atau pembentukan perilaku perlu dibantu dengan kondisi tertentu. Belajar merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan suatu perilaku atau respon terhadap sesuatu. Kondisi ini melihat adanya kondisi pada saat pembelajaran berlangsung, sehingga fleksibel sesuai apa yang sedang terjadi di dalam proses pembelajaran.
Teori penguatan, (reinforcement). Pada teori pengkondisian yang diberi kondisi ialah perangsangnya/stimulinya, sedangkan pada teori penguatan yang di kondisi ialah pada responsnya. Sehingga siswa pada saat merespon stimuli dari guru, ketika mengalami keraguan atas pemahaman materi yang diajarkan, guru memberikan penguatan terhadap responsnya yaitu pada siswa.
Teori kognitive-gestalt, menekankan pada peristiwa mental bukan lagi hubungan stimulus dengan respons. Menurut gestalt belajar ialah siswa harus dapat memahami makna hubungan antar satu bagian dengan bagian lainnya. Belajar ialah mencari dan mendapatkan prognanz, menemukan keteraturan, keharmonisan dari sesuatu. Peristiwa mental tersebut berupa keseimbangan dalam sebuah pembelajaran di kelas. Seperti kita ketahui bahwasannya belajar di kelas membutuhkan peristiwa mental yang dibangun dari guru maupun siswanya untuk saling berinteraksi satu dengan lainnya, sehingga menimbulkan keteraturan dalam belajar yang lebih efektif, efisien serta terarah menjadikan suatu  pembelajaran yang berjalan secara optimal.