Wednesday, December 31, 2014

Pembelajaran untuk Sekolah luar Biasa

oleh : Novita Handayani

Kurikulum yang digunakan pada Sekolah Luar Biasa adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan bobot yang berbeda dan disesuaikan dengan ketunaannya, hal ini disebabkan karena SLB berbeda dengan sekolah reguler dari segi akademisnya, sosialnya, dan banyak hal yang membuat anak-anak yang sekolah di SLB itu berbeda dengan anak-anak yang bersekolah di sekolah reguler. RPP yang digunakan di SLB sama dengan RPP yang ada di sekolah regular namun disesuaikan dengan kondisi setiap kelas, dimana ada tiga kriteria yang dimiliki oleh anak yaitu total, sedang, dan ringan. Keberhasilan yang dicapai oleh setiap anak pun berbeda, ada yang bisa menangkap dalam waktu 1 hari, seminggu, sebulan bahkan tahunan tergantung kemampuan anak tersebut dalam menangkap materi pembelajaran.

Jumlah siswa di setiap kelas di SLB-B tidak sama, antara 4 sampai 6 orang. Usia siswa di masing-masing kelas juga berbeda-beda tergantung dari kemampuan siswa. Siswa yang memiliki kemampuan lebih cepat menangkap materi pelajaran akan ditempatkan di kelas akselerasi (percepatan). Teknik Assessment SLB B yang digunakan adalah sistem assessment secara individual yaitu mengadakan ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester. Rangkaian Assessmen dilakukan melalui ulangan sehari-hari, ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester secara klasikal dan individual melalui pengembangan program sesuai dengan kurikulum yang digunakan di SLB tersebut.

Jadi, ketika ada pertanyaan “model bagaimana yang tepat untuk anak berkebutuhan khusus?”. Maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran yang tepat adalah yang menggunakan guru sebagai seorang sumber informasi, pendamping, serta pembimbing. Anak berkebutuhan kusus sangat belum siap untuk mengekplorasi sebuah ilmu oleh karenanya sangat butuh sosok seorang guru seperti diatas. Perhatian kusus adalah hal yang sangat harus diberikan, menjaga perkataan pada anak didik, dan pendampingan ekstra ketat kepadanya adalah tugas poko guru pada anak.

Pembelajaran pada Anak Usia Dini

oleh : Novita Handayani

Kegiatan pembelajaran pada anak usia dini merupakan pengembangan kurikulum secara konkret berupa seperangkat rencana yang berisikan sejumlah pengalaman belajar melalui bermain yang diberikan kepada anak berdasarkan potensi dan tugas perkembangan yang harus dipahaminya dalam rangka pencapaian kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap anak.

Pada dasarnya, tujuan pembelajaran pada anak usia dini adalah untuk mengoptimalkan perkembangan anak secara menyeluruh berdasarkan berbagai dimensi perkembangan anak usia dini baik dari perkembangan sikap, pengetahuan, ketrampilan, maupun kreatifitas yang dibutuhkan anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta untuk mempersiapkan pertumbuhan dan perkembangan anak ke tahap selanjutnya.

Unsur utama dalam pengembangan program pembelajaran pada anak usia dini adalah bermain. Menurut Allbrecht dan Miller (2000:216-218) bahwa dalam pengembangan program pembelajaran untuk anak usia dini seharusnya syarat dengan aktivitas bermain yang mengutamakan program adanya kebebasan bagi anak untuk dapat bereksplorasi dan beraktivitas, sedangkan orang dewasa seharusnya lebih berperan sebagai fasilitator pada saat anak membutuhkan bantuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi anak.

Model pembelajaran untuk anak usia dini memiliki dua jenis model yaitu model yang berpusat pada guru dan model pembelajaran berpusat pada anak. Pembelajaran yang berpusat pada guru dikenal dengan istilah pengajaran langsung, dimana guru atau instruktur memberikan petunjuk atau instruksi langsung yang harus dilakukan oleh anak dan tugas guru adalah mengevaluasi kegiatan anak berdasarkan tindakan yang muncul dari dalam diri anak. Motivasi berkemampuan dipandang oleh para ahli psikologi sebagai dasar untuk mengembangkan pembelajaran yang berpusat pada anak, dengan menghargai seluruh proses perkembangan yang dimiliki oleh anak dan bekembang sesuai dengan ritme yang dimiliki masing masing anak dengan menciptakan lingkungan dan menyediakan peralatan yang menyediakan kesempatan pada anak untuk belajar dan berkembang. Secara khusus, kegiatan pembelajaran pada anak usia dini harus didasarkan pada prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini, diantaranya proses kegiatan belajar bagi anak usia dini harus didasarkan prinsip belajar melalui bermain; proses kegiatan belajar bagi anak usia dini dilaksanakan dlam lingkungan yang kondusif dan inovatif baik di dalam maupun diluar ruangan; proses kegiatan belajar bagi anak usia dini harus diarahkan pada pengembangan potensi kecerdasan secara menyeluruh dan terpadu.

Pembelajaran berbasis Sekolah Alam

oleh : Novita Handayani

Sekolah alam merupakan bentuk pendidikan alternative yang menggunakan alam sebagai media utamadalam setiap proses belajar mengajarnya. Di sekolah alam, peserta didik belajar dari semua makhluk yang ada di alam semesta. Pembelajaran yang berbasis lingkungan alam sebenarnya telah digagas pertama kali oleh Jan Lightghart pada tahun 1859. Tokoh ini memeberikan suatu bentuk model pendidikan yang dikenal dengan “pengajaran barang sesungguhnya.” Konsep inilah yang menjadi salah satu akar dari munculnya konsep pendidikan yang berbasis pada alam.

Ide dasar sekolah alam adalah pendidikan pada peserta didik dilakukan dengan mengajak peserta didik dalam suasana sesungguhnya melalui belajar pada lingkungan alam sekitarnya yang nyata. Menurut jan Lightghart, sumber utama bentuk pengajaran sekolah alam adalah lingkungan di sekitar anak. Melalui bentuk pengajaran ini maka akan tumbuh keaktifan peserta didik dalam mengamati, menyelidiki, serta mempelajari lingkungan di skeitarnya. Kondisi lingkungan yang sebenarnya juga akan menarik perhatian peserta didik secara spontan sehingga peserta didik memiliki pemahaman dan kekayaan pengetahuan yang bersumber dari lingkungannya sendiri. Metode pembelajaran yang digunakan dalam sekolah alam lebih banyak menggunakan metode action learning, yaitu peserta didik belajar melalui pengalaman. Jika peserta didik mengalami secara langsung, maka ia akan lebih bersemangat, tidak bosan, dan lebih aktif. Penggunaan alam sebagai media belajar bertujuan agar peserta didik dapat lebih peduli dengan lingkungannya dan dapat menerapkan pengetahuan yang dipelajarinya.

Pembelajaran Berbasis Multikultural

oleh : Novita Handayani

Multikulturalisme merupakan sistem keyakinan dan perilaku yang mengakui social budaya mereka yang berbeda, serta mengakui dan menghormati kehadiran semua kelompok yang beragam dalam sebuah masyarakat. Sedangkan pembelajaran multicultural merupakan kebijakan dalam praktik pendidikan dalam mengakui, menerima, dan menegaskan perbedaan serta persamaan manusia yang dikaitkan dengan gender, ras, serta kelas.

Pendidikan multicultural, dalam hal ini pembelajaran multicultural merupakan strategi pendidikan yang memanfaatkan keberagaman latar belakang dari setiap peserta didik sebagai salah satu kekuatan agar dapat membentuk sikap multicultural. Dengan adanya pendidikan multicultural, dapat mencoba untuk membantu menyatukan bangsa Indonesia secara demokratis, dengan menekankan pada perspektif pluralitas masyarakat di berbagai bangsa dan kelompok budaya yang berbeda.

Pembelajaran berbasis multicultural berusaha menjadikan peserta didik agar dapat mengembangkan rasa hormat kepada orang yang berbeda adat dan budaya, memberi kesempatan untuk dapat bekerja bersama dengan orang atau kelompok orang yang berbeda ras nya secara langsung. Pendidikan multicultural juga membantu peserta didik untuk dapat mengakui ketetapan dari panadangan budaya yang beragam, menyadarkan peserta didik bahwa konflik nilai sering menjadi penyebab konflik antar kelompok, membantu peserta didik dalam mengembangkan warisan budaya mereka, dan lain lain. Beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan pembelajaran berbasis multicultural diantaranya adalah Cooperative Learning, yaitu strategi kegiatan belajar besama sama, yang dapat dipadukan dengan strategi Concept Attainment (pencapaian konsep), strategi Value Analysis (analisis nilai), serta Social Investigation (analisis social). Beberapa strategi ini dapat dilakukan secara bersamaan dan harus tergambar dalam langkah-langkah model pembelajaran berbasis multicultural.

Urgensi Motivasi dalam Suatu Pembelajaran

oleh : Novita Handayani
Belajar pada seorang peserta didik merupakan kegiatan rutin yang hampir dilakukan setiap hari dimanapun dan kapanpun peserta didik berada. Namun pada setiap kegiatan tersebut tergantung pada minat dan keinginan masing-masing individu. Selain minat, motivasi juga turut andil dalam kegiatan tersebut. Hal ini akan berpengaruh pada tujuan peserta didik dalam belajar, yakni untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh Karena itu, kita sebagai pendidik harus memberikan motivasi kepada peserta didik agar peserta didik dapat mencapai tujuan pendidikan dengan baik.

Motivasi diartikan sebagai tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku tertentu. Dalam hal ini, peserta didik akan berusaha untuk mencapai suatu tujuan karena dirangsang oleh manfaat atau keuntungan yang akan diperoleh. Motivasi peserta didik tercermin melalui ketekunan yang tidak mudah patah untuk mencapai sukses, meskipun dihadang oleh berbagai kesulitan atau rintangan. Beberapa penelitian tentang prestasi belajar siswa menunjukan motivasi sebagai factor yang banyak berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar peserta didik. Pentingnya motivasi untuk peserta didik diantaranya adalah untuk menyadarkan kedudukan pada awal, proses, dan hasil akhir; menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar; mengarahkan kegiatan belajar; membesarkan semangat belajar; serta menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja. Sedangkan untuk pendidik, manfaat motivasi diantaranya adalah untuk membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat peserta didik untuk belajar sampai akhir; mengetahui dan memahami motivasi belajar pesrta didik di kelas; meningkatkan dan menyadarkan pendidik untuk memilih satu diantara bermacam-macam peran; memeri peluang pendidik untuk “unjuk kerja”.

Teori Pembelajaran Humanistik dalam Pembelajaran Mandiri

oleh : Novita Handayani
Pembelajaran mandiri merupakan proses pembelajaran yang menuntut peserta didik menjadi subyek yang harus merancang, mengatur, dan mengontrol kegiatan mereka sendiri secara bertanggung jawab. Proses ini tidak bergantung pada subyek maupun metode instruksional, melainkan kepada siapa yang belajar (peserta didik), mencakup siapa yang harus mempelajari sesuatu hal, metode, dan sumber apa yang akan digunakan, dan bagaimana cara mengukur keberhasilan upaya belajar yang telah dilaksanakan.

Dalam pelaksanaannya, proses ini cocok untuk pembelajaran di tingkat atau level perguruan tinggi, karena menuntut kemandirian yang tingkat tinggi dari peserta didik. Disini pendidik beralih fungsi menjadi fasilitator proses belajar, bukan sebagai penentu proses belajar. Walaupun demikian, pendidik pendidik harus tetap siap untuk menjadi tempat bertanya dan bahkan diharapkan pendidik benar-benar ahli dalam bidang yang sedang dipelajari peserta didik.

Agar tidak terjadi hubungan kesenjangan antara pendidik dan peserta didik, maka perlu kiranya dilakukan negosiasi dalam perancangan pembelajaran secara keseluruhan. Perencanaan pembelajaran ini merupakan alat yang fleksibel tetapi efektif untuk membantu peserta didik dalam penentuan tujuan belajar secara individual. Tanggung jawab peserta didik dan pendidik harus dibuat secara eksplisit dalam perancangan pembelajaran. Partisipasi para peserta didik dalam penentuan tujuan belajar akan membuat mereka lebih berkomitmen terhadap proses pembelajaran. Agar peserta didik berkomitmen terhadap proses pembelajaran, perlulah kiranya endidik mengerti tentang teori kepribadian dan psikoterapi. Karena pada teori pembelajaran humanistik ini didasarkan pada teori kepribadian dan psikoterapi. Pengalaman emosional dan karakteristik khusus seseorang perlu diperhatikan dalam penyusunan teori belajar ini.

Analisis Tugas dalam teori Pembelajaran

oleh : Novita Handayani
Pendekatan analisis tugas adalah melakukan kajian terhadap jenis-jenis atau tipe-tipe belajar dan tugas-tugas yang dipersyaratkan. Melalui analisis tugas, dapat diperoleh petunjuk mengenai apa yang harus dipelajari peserta didik dan bagaimana peserta didik mempelajarinya. Dengan demikian pendidik dapat menentukan apa yang harus diajarkan dan bagaimana ia mengajarkannya.

Tujuan dari analisis tugas dalam pendidikan adalah untuk mempersiapkan peserta didik agar kedepannya menjadi manusia mandiri dan produktif. Pendidikan lebih menekankan kepada pertumbuhan dan perkembangan individu sebagai pribadi. Prinsip-prinsip dalam latihan tersebut dapat digunakan untuk keperluan praktek pendidikan.

Pada teori analisis tugas ini, pendidik mengadakan analisis tugas secara sistematik mengenai tugas-tugas yang harus dilakukan peserta didik di dalam latihan atau situasi pendidikan. Dari latihan inilah pendidik akan tau sejauh mana peserta didik mengerti dan memahami dari materi yang telah diajarkan oleh pendidik. Dan tau langkah apa yang harus dilakukan setelah mengetahui hasil tersebut.

Penyusunan tugas-tugas tersebut disusun secara hierarkis atau parallel tergantung dari urutan tugas-tugas dalam usaha mencapai tujuan akhir maupun tujuan tambahan. Oleh karenya kita sebagai pendidik harus pandai memutar otak untuk mencari bagaimana cara agar tugas-tugas dalam usaha mencapai tujuan akhir dan tujuan tambahan tersebut dapat tercapai dengan baik. Yang harus dilakukan agar tujuan tersebut dpat tercapai diantaranya yaitu perhatian, motivasi, dan tingkat perkembangan. Suatu pembelajaran akan menjadi efektif apabila peserta didik memperlihatkan stimulus dengan baik. Motivasi diperlukan agar peserta didik terdorong untuk memberikan respon terhadap stimuli. Sedangkan motivasi itu sendiri sangat dipengaruhi oleh jenis dan tingkat aspirasi yang dimiliki. Selain perhatian dan motivasi, pembelajaran juga harus memperhatikan sifat-sifat psikis dan sifat yang menentukan perbuatan peserta didik sesuai dengan tahap perkembangannnya.

Reward and Punisment

oleh : Novita Handayani


Peserta didik memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik peserta didik yang masih pasif dalam mengikuti pembelajaran, membuat pendidik harus memutar otak untuk mengubah metode pembelajaran agar dapat membuat peserta didik tersebut lebih aktif dan kreatif. Sehingga dalam kegiatan belajar mengajar pendidik lebih sebagai orang yang mengontrol dalam kegiatan belajar dan peserta didik lebih berperan aktif di dalam pembelajaran.

Peran pendidik sangat penting ketika di kelas, yaitu mengontrol langsung kegiatan belajar peserta didik dan harus menentukan logika yang penting untuk menyampaikan materi pelajaran dengan langkah-langkah dan kemudian memberikan reinforcement (penguatan) segera setelah peserta didik merespon. Dengan demikian perlulah kiranya pendidik menggunakan model pembelajaran yang menghubungkan tingkah laku dengan konsekuensi terhadap hasil belajar peserta didik yang dikenal dengan pemberian reward (hadiah) dan punishment (hukuman).

Reward and punishment yang diberikan bervariasi sesuai dengan tingkah laku peserta didik. Reward merupakan bentuk reinforcement yang positif. Reward yang diberikan dapat berupa pujian, memberikan kata-kata motivasi, tepuk tangan, dan dapat pula memberikan tambahan nilai kepada peserta didik yang dapat menyelesaikan tugas belajarnya dengan baik, serta dapat menjadi contoh yang baik kepada peserta didik lainnya.

Sedangkan punishment merupakan bentuk reinforcement yang negative, namun apabila diberikan secara tepat dan bijak dapat menjadikan punishment sebagai alat motivasi. Tujuan dari punishment ini adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang agar mereka tidak mengulangi lagi. Namun tidak dipungkiri bahwa akibat dari pemberian punishment itu sendiri juga akan mengganggu rasa kepercayaan diri peserta didik. Disini terlihat bahwa baik reward maupun punishment memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pendidik diperbolehkan menggunakan kedua cara tersebut untuk mendidik peserta didik. Akan tetapi, pendidik juga harus memperhatikan bagaimana situasi dan kondisi dari peserta didik tersebut. Ketika mereka melakukan kesalahan, pendidik diharap untuk tidak langsung memberian punishment tetapi harus memahami terlebih dahulu apa yang terjadi. Untuk rewar sendiri, jangan memberikan secara rutin dan mengumbar janji karena peserta didik akan selalu mengharapkannya.

Prinsip Belajar dalam Teori Pembelajaran

oleh : Novita Handayani
Dalam melakukan kegiatan mengajar, pendidik tidak dapat melakukan secara sembarangan, melainkan harus menggunakan teori-teori dan prinsip-prinsip agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara tepat. Oleh karena itu, pendidik perlu mempelajari teori dan prinsip-prinsip belajar yang dapat menunjang aktivitas kegiatan belajar mengajar. Selain itu, peserta sebagai motor utama dalam kegiatan pembelajaran, harus menyadari penerapan prinsip-prinsip belajar terhadap diri peserta didik. Sehingga peserta didik dapat berhasil dalam pembelajaran.
Pada dasarnya, peserta didik dituntut untuk dapat memberikan perhatian terhadap semua rangsangan yang mengarah kearah tujuan belajar, dengan adanya tuntutan untuk dapat selalu memberikan perhatian ini menyebabkan peserta didik wajib untuk membangkitkan perhatiannya kepada segala pesan yang dipelajarinya. Pesan-pesan yang menjadi isi pelajaran sering kali dalam bentuk rangsangan suara, bentuk, gerak dan rangsangan lain yang dapat di indra. Dengan demikian peserta didik diharapkan selalu melatih indranya untuk memperhatikan rangsangan yang muncul dalam proses pembelajaran.
Bentuk dari prinsip keaktifan bagi peserta didik berwujud perilaku-perilaku seperti mencari dan menggali sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, membuat sebuah karya tulis, dan sejenisnya. Selain itu, kita sebagai pendidik juga harus memberikan kesempatan, peluang sebesar-besarnya kepada peserta didik untuk berkreatifitas dalam proses pembelajarannya, misalnya melakukan eksperimen ketika pelajaran tertentu dan melakukan pengamatan.
Peserta didik dituntut memiliki kesadaran pada diri peserta didik akan adanya kebutuhan untuk selalu memperoleh, memproses, dan mengolah pesan. Pserta didik juga harus memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala permasalahan yang dihadapi. Untuk itu, kita sebagai pendidik harus dapat merancang pembelajaran agar pelajaran terlihat memuaskan, menantang, serta mereka memiliki peran dalam setiap pengambilan keputusan.
Dapat dikatakan bahwa tercapainya tujuan belajar bukan hanya dari peran pendidik saja melainkan peran peserta didik juga. Karena apalah arti pendidik yang telah mempelajari teori dan prinsip pembelajaran serta mengimplikasinya apabila peserta didik masih belum mau dan sadar untuk memperoleh, memproses, dan mengolah pesan yang disampaikan pendidik.

Teori Hemisphere dalam Pembentukan Proses Berpikir Kritis, Kreatif, dan Problem Solver pada Anak



Oleh : Zakiyah Umaroh

Dunia pendidikan saat ini jauh lebih maju daripada pendidikan di jaman dulu. Program-program pendidikan yang dibuat pun sudah sangat berbeda. Perjalanan program-program pendidikan dibuat sesuai dengan perkembangan jaman dengan harapan dan tujuan menjadikan anak mampu berpikir kritis, kreatif, dan menjadi problem solver. Proses menciptakan anak berpikir kritis, kreatif, dan menjadi problem solver bukanlah sesuatu yang mudah dan tentu membutuhkan waktu yang lama. Itulah sebabnya dunia pendidikan perlu adanya perubahan-perubahan dalam strategi, metode, dan teknik pembelajaran agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara optimal.
Penciptaan lingkungan belajar oleh guru sangatlah berpengaruh terhadap proses belajar anak. Lingkungan yang memberikan kebebasan daya kreatif siswa, pemberian masalah-masalah yang relevan dengan kehidupan anak sehari-hari, dan diajak berpikir secara sistematis akan menghasilkan pembelajaran yang menyenangkan bagi anak dan menjadikannya memiliki alur berpikir kritis, kreatif, dan menjadi problem solver dalam menghadapi berbagai tantangan yang dia temui. Selain itu, anak juga dapat mengembangkan kemampuannya serta dapat menyesuaikan diri dengan pengetahuan yang baru.
Mengembangkan kreativitas dan intelektual pada anak semuanya berkaitan dengan teori hemisphere dimana teori ini menjelaskan tentang belahan otak kanan dan otak kiri. Jadi dalam proses pengajaran dan pembelajaran guru dapat menggunakan pendekatan dengan cara yang disamakan dengan bagaimana otak belajar secara alamiah.

Mengenal Teori Belajar Berpikir Kritis

Oleh : Zakiyah Umaroh

Berpikir kritis adalah suatu aktifitas kognitif yang berkaitan dengan penggunaan nalar. Belajar untuk berpikir kritis berarti menggunakan proses-proses mental, seperti memerhatikan, mengkategorikan, seleksi, dan menilai/memutuskan. Kemampuan dalam berpikir kritis memberikan arahan yang tepat dalam berpikir dan bekerja, dan membantu dalam menentukan keterkaitan sesuatu dengan yang lainnya dengan lebih akurat. Oleh sebab itu kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan dalam pemecahan masalah atau pencarian solusi, dan pengelolaan proyek.

Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan. Pada prakteknya penerapan proses belajar mengajar kurang mendorong pada pencapaian kemampuan berpikir kritis. Dua faktor penyebab berpikir kritis tidak berkembang selama pendidikan adalah kurikulum yang umumnya dirancang dengan materi yang luas sehingga pengajar lebih terfokus pada penyelesaian materi dan kurangnya pemahaman tentang metode pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis.

Model siklus belajar (learning cycle model) merupakan suatu strategi pembelajaran yang berbasis pada paham konstruktivisme dalam belajar, dengan asumsi dasar bahwa “pengetahuan dibangun di dalam pikiran pebelajar”. Dasar pemikiran para konstruktivis adalah bahwa proses pembelajaran yang efektif menghendaki agar guru mengetahui bagaimana para siswa memandang fakta dan fenomena yang menjadi subjek pembelajaran.

Model siklus belajar (learning cycle model) terdiri atas tiga fase aktivitas belajar yang dapat digunakan untuk memotivasi siswa dalam memahami gejala-gejala alam yang kompleks melalui pengalaman langsung. Melalui model siklus belajar para siswa akan memperoleh kesempatan untuk memberi penjelasan dan mengemukakan argumentasinya, melakukan interprestasi, dan memperbaiki gagasannya. Sehingga akan melatih siswa untuk dapat berpikir secara kritis.

Mengajarkan Keterampilan Berpikir Kritis pada Siswa

Oleh : Zakiyah Umaroh

Pendidikan dewasa ini harus diarahkan pada peningkatan daya saing bangsa agar mampu berkompetisi dalam persaingan global. Hal ini bisa tercapai jika pendidikan di sekolah diarahkan tidak semata-mata pada penguasaan dan pemahaman konsep-konsep ilmiah, tetapi juga pada peningkatan kemampuan dan keterampilan beripikir siswa, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi yaitu keterampilan berpikir kristis. Artinya, guru perlu mengajarkan siswanya untuk belajar berpikir.
Kehidupan dalam era globalisasi dipenuhi oleh persaingan-persaingan yang sangat ketat. Keunggulan dalam bersaing terletak pada kemampuan dalam mencari dan menggunakan informasi, kemampuan analitis-kritis, keakuratan dalam pengambilan keputusan, dan tindakan yang proaktif dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Oleh karena itu, maka kemampuan berpikir dasar, perlu dijadikan sebagai substansi yang harus digarap secara serius dalam dunia pendidikan. Kemampuan berpikir dasar ini harus terus dikembangkan menuju kemampuan dan keterampilan berpikir kritis.
Berpikir kritis merupakan topik yang penting dan vital dalam era pendidikan modern. Tujuan khusus pembelajaran berpikir kritis dalam pendidikan sains maupun disiplin yang lain adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa dan sekaligus menyiapkan mereka agar sukses dalam menjalani kehidupannya. Lebih lanjut, berpikir kritis dimaksudkan sebagai berpikir yang benar dalam pencarian pengetahuan yang relevan dan reliabel tentang dunia realita. Seseorang yang berpikir secara kritis mampu mengajukan pertanyaan yang cocok, mengumpulkan informasi yang relevan, bertindak secara efisien dan kreatif berdasarkan informasi, dapat mengemukakan argumen yang logis berdasarkan informasi, dan dapat mengambil simpulan yang dapat dipercaya.
Untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan berpikir kritis siswa dalam proses pembelajaran perlu dilakukan strategi-strategi sebagai berikut. Pertama, menyeimbangkan antara konten dan proses, dalam penyajian materi pelajaran agar diseimbangkan antara konten dan proses. Dalam pelajaran sains, harus seimbang antara sains sebagai produk (penyajian fakta, konsep, prinsip, hukum, dsb) dan sains sebagai proses (keterampilan proses sains), seperti mengobsevasi kejadian, merumuskan masalah, berhipotesis, mengukur, menyimpulkan, dan mengontrol variabel. Kedua, seimbangkan antara ceramah (lecture) dan diskusi (interaction), teori belajar Piaget menekankan bahwa pentingnya transmisi sosial dalam mengembangkan struktur mental yang baru. Ketiga, ciptakan diskusi kelas, guru sebaiknya memulai presentasi dengan ”pertanyaan” Ajukan pertanyaan yang dapat mengkreasi suasana antisipasi dan partisipatif.

Mengenal Teori Hemisphere

Oleh : Zakiyah Umaroh

Otak adalah asalah satu organ yang dimiliki oleh setiap manusia. Tanpanya seluruh aktivitas tubuh tak akan bisa berjalan. Berarti tanpa otak manusia tak bisa apa-apa alias mati. Untuk itu ayo kita belajar mengenai otak menurut Teori Hemisphere.
Teori hemisphere atau yang lebih kita kenal dengan nama teori belahan otak atau juga sering sering disebut teori otak kanan otak kiri. Menurut teori ini otak terbagi menjadi dua belahan yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan otak ini terdiri dari cerebracortex atau neocortex termasuk belahan system limbic-nya. Kedua belahan otak ini semuanya dihubungkan oleh tiga penghubung yaitu Corpus Colasum, Hippopocompal Commissure, dan Anterior Connissure. Walaupun sama-sama namanya belahan otak namun harus diketahui bahwa antara belahan otak kanan dan otak kiri memiliki tugas dan mekanisme kerja yang berbeda loh!
Belahan otak kanan (right cortex) berfungsi untuk mengendalikan bagian tubuh yang sebelah kiri. Sedangkan balahan otak kiri (left cortex) berfungsi untuk mengendalikan bagian tubuh sebelah kanan. Mekanisme kerja belahan otak kanan yaitu otak kanan cara kerjanya bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik. Sedangkan otak kiri cara kerjanya bersifat urut, logis, sekuensial, linier dan rasional. Teori belahan otak kanan adalah belahan yang lebih berfungsi dalam hal kreatifitas. Belahan otak kanan memiliki fungsi dalam hal berkreatifitas. Belahan otak kanan berhubungan erat dengan proses penyimpanan informasi tentang gambar, imajinasi, warna, ritme dan ruang. Sedangkan belahan otak kiri berperan dalam kegiatan motorik (motor sequence) yaitu berhubungan dengan logika, analisa, bahasa, rangkaian dan matematika. Belahan otak kiri berespon pada pendapat, dan berhubungan dengan angka/bilangan, kata-kata, logika, urutan atau daftar, dan detail atau rincian-rincian.
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menyeimbangkan kerja otak kanan dan otak kiri pada kegiatan pembelajaran misalnya, kita bisa belajar sambil mendengarkan musik. Dalam belajar kita memanfaatkan otak kiri sedangkan ketika kita mendengarkan music maka kita juga telah memberdayakan otak kanan. Jadi dalam kegiatan belajar sambil mendengarkan musik adalah suatu cara yang digunakan untuk menyeimbangkan antara otak kanan dan otak kiri. Melalui penyeimbangan ini kita tidak akan merasa cepat stress, bosan dalam melakukan setiap kegiatan, selain itu kegiatan juga akan lebih menarik dan lebih menggugah semangat karena dengan mendengarkan musik kita merasa lebih rileks.

Manfaat Kreativitas untuk Semua Hal

Oleh : Zakiyah Umaroh

Banyak yang berpikir jika kreativitas hanya dapat berguna dalam bidang seni saja. Padahal, dalam semua aspek kehidupan kita memerlukan yang namanya kreativitas. Banyak juga orang yang belum paham benar tentang arti dari kreativitas. Lalu, apa sih kreativitas itu ?
Kreativitas adalah proses mental yang melibatkan pemunculan gagasan atau konsep baru, atau hubungan baru antara konsep dan gagasan yang sudah ada. Sebagai alternatif, konsepsi sehari-hari dari kreatif adalah tindakan memunculkan sesuatu yang baru.
Kata kunci dari kreativitas adalah “baru”. Dan disini yang dimaksud dengan baru bukanlah sesuatu yang benar-benar baru, bisa juga merupakan gabungan dari konsep dan gagasan yang sudah ada sebelumnya. Hal ini perlu ditekankan, karena jika kita salah mengartikan tentang kata “baru”, maka kita tidak akan pernah menjadi kreatif karena kita beranggapan bahwa kita tidak mungkin bisa menghasilkan sesuatu yang baru.
Manfaat kreativitas itu sendiri adalah untuk menghasilkan manfaat baru yang lebih baik dari sebelumnya. Dan hasil dari kreativitas adalah ide, gagasan, atau konsep, dan bukan benda. Benda sendiri disini merupakan kelanjutan dari hasil kreativitas kita. Dan orang kreatif adalah orang yang mampu mengasilkan ide yang banyak, sesuai dengan teori hemisphere tentang penggunaan otak yang seimbang.

Ciri-Ciri Kemampuan Berfikir Kritis


Oleh : Zakiyah Umaroh

Kemampuan berpikir kritis dapat diajarkan di sekolah melalui cara-cara langsung. Dengan memunculkan kemampuan-kemampuan berpikir kritis akan melatih siswa untuk mampu bersikap rasional dan memilih pilihan yang terbaik bagi dirinya. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis akan selalu bertanya pada diri sendiri dalam setiap menghadapi segala persoalan untuk menentukan yang terbaik bagi dirinya.
Kemampuan berpikir kritis tidak lain adalah kemampuan siswa dalam menghimpun berbagai informasi lalu membuat sebuah kesimpulan evaluatif dari berbagai informasi tersebut (Dede Rosyada, 2004: 170). Beyer (dalam Sapriya, 2011: 146) menegaskan bahwa ada seperangkat keterampilan berpikir kritis yang dapat digunakan dalam studi sosial atau untuk pembelajaran disiplin ilmu-ilmu sosial. Keterampilan-keterampilan tersebut adalah: (1) Membedakan antara fakta dan nilai dari suatu pendapat; (2) Menentukan reliabilitas sumber; (3) Menentukan akurasi fakta dari suatu pernyataan; (4) Membedakan informasi yang relevan dari yang tidak relevan; (5) Mendeteksi penyimpangan; (6) Mengidentifikasi asumsi yang tidak dinyatakan; (7) Mengidentifikasi tuntutan dan argument yang tidak jelas atau samar-samar; (8) Mengakui perbuatan yang keliru dan tidak konsisten; (9) Membedakan antara pendapat yang tidak dan dapat dipertanggungjawabkan; (10) Menentukan kekuatan argumen.

Dari penjelasan di atas terkait ciri-ciri kemampuan berpikir kritis, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ciri-ciri berpikir kritis meliputi :
  1. Kemampuan mengidentifikasi. Pada tahapan ini terdiri atas mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, mampu menentukan pikiran utama dari suatu teks atau script, dan dapat menjelaskan hubungan sebab akibat dari suatu pernyataan.
  2. Kemampuan mengevaluasi. Hal ini terdiri atas dapat membedakan informasi relevan dan tidak relevan, mendeteksi penyimpangan, dan mampu mengevaluasi pernyataan-pernyataan.
  3. Kemampuan menyimpulkan. Hal ini terdiri atas mampu menunjukkan pernyataan yang benar dan salah, mampu membedakan antara fakta dan nilai dari suatu pendapat atau pernyataan, dan mampu merancang solusi sederhana berdasarkan naskah.
  4. Kemampuan mengemukakan pendapat. Hal ini terdiri atas dapat memberikan alasan yang logis, mampu menunjukkan fakta – fakta yang mendukung pendapatnya, dan mampu memberikan ide-ide atau gagasan yang baik.

Bagaimana Cara Berfikir Kritis dan Rasional?

Oleh : Zakiyah Umaroh

Pada dasarnya, jika kita sudah berpikir kritis dengan baik, maka kita juga akan berpikir rasional. Berpikir rasional adalah bagian dari berpikir kritis. Jika digabungkan berpikir kreatif dan kritis, akan sangat baik sekali. Berpikir kritis akan menemukan hal-hal yang perlu diperbaiki. Sementara dengan berpikir kreatif kita akan mampu mencari ide-ide dan solusi untuk memperbaiki hal-hal yang bermasalah tersebut. Cara berpikir kreatif dan kritis adalah dua hal yang berbeda. Keduanya memiliki metode tersendiri dan memiliki tujuan yang berbeda pula.
Hambatan dalam berpikir kritis pada dasarnya ada dua, yang pertama emosi dan yang kedua wawasan yang kurang memadai. Saat emosi kita menguasai, misalnya kebencian atau kecintaan, bisa melumpuhkan logika dan hawa nafsu melumpuhkan akal. Cara mengatasi hambatan dalam berpikir kritis yang pertama adalah tidak mengikuti hawa nafsu serta kebencian atau kecintaan, tetapi lebih fokus pada logika, dan nilai-nilai. Cara kedua adalah dengan menambah wawasan terus menerus. Berpikir akan selalu menggunakan informasi yang ada dalam ingatan kita. Semakin banyak dan utuh informasi yang dimiliki, maka logika kita akan semakin tajam dan kita akan berpikir lebih kritis. Mudah-mudahan, pengetahuan cara berpikir secara kritis ini bisa berguna untuk berbagai aspek kehidupan kita termasuk meraih sukses yang gemilang.

Cara Memunculkan Pemikiran yang Kreatif

Oleh : Zakiyah Umaroh

Berpikir kreatif adalah suatu cara berpikir seseorang untuk menemukan ide atau hal-hal yang baru. Hal tersebut bisa saja pengembangan dari penemuan yang sudah ada maupun penemuan yang memang benar-benar baru. Namun banyak dari kita yang belum bisa mencapai pemikiran-pemikiran yang kreatif. Nah, kira-kira apa saja ya hal-hal yang harus kita lakukan agar sebuah pemikiran yang kreatif itu muncul? Dan berikut ini ada beberapa cara yang bisa kita coba untuk memunculkan pemikiran yang kreatif :

Bertanya dan Mencari Jawaban
Cobalah bertanya kepada diri sendiri ataupun orang-orang terdekat kita tentang apa dan bagaimana cara mengubah sesuatu yang lebih baik? Karena dengan bertanya, kita dapat mengetahui hal-hal yang boleh kita lakukan dan yang tidak boleh kita lakukan. Dan kemudian berusaha mencari jawaban untuk memcahkan masalah tersebut.

Kebiasaan
Cobalah tantang diri kita untuk lepas dari kebiasaan-kebiasaan yang mungkin tidak perlu untuk dilakukan. Berusahalah untuk mencari hal-hal baru yang lebih bermanfaat, siapa tahu itu akan memunculkan pemikiran yang kreatif.

Masalah
Dalam sebuah pemikiran yang baru, tentunya akan ada masalah-masalah yang muncul, cobalah cari dan temukan solusi untuk mengatasi masalah tersebut.

Berfikir Jika Semua Bisa Dilakukan
Yakinlah jika semua yang sedang kita lakukan mampu kita selesaikan dan kita haruslah optimis. Jangan selalu beranggapan bahwa kita tidak bisa menyelesaikannya. Optimis akan membawa kita menuju pemikiran yang berkembang sehingga kita dapat mencapai apa yang sedang kita lakukan.  

Berfikir Kreatif dan Kreativitas

Oleh : Zakiyah Umaroh

Berpikir kreatif sangat erat hubungannya dengan kreativitas, karena kreativitas merupakan hasil dari proses berpikir kreatif yang dilakukan oleh seseorang. Berfikir kreatif menurut Coleman dan Hammen (Jalaludin Rakhmat, 1989) adalah berpikir yang menghasilkan metode baru, konsep baru, pengertian baru, penemuan baru dan seni baru. Orang yang berpikir kreatif akan selalu berusaha memperoleh sesuatu yang baru.
Rawlingson (1971) menjelaskan bahwa berpikir kreatif dinamakan berpikir divergen atau lateral adalah menghubungkan ide atau hal-hal yang sebelumnya tidak berhubungan. Berpikir kreatif disebut juga berpikir divergen atau lateral karena terdapat banyak jawaban yang diajukan untuk memecahkan pesoalan yang dimunculkan dan pikiran itu didorong untuk menyebar jauh dan meluas mencari pemecahan masalah.
Dalam berpikir kreatif tidak boleh terlalu cepat memberikan penilaian terhadap ide-ide yang muncul dan membuangnya meskipun ide itu kurang bagus. Untuk dapat berpikir kreatif dengan baik diperlukan keberanian dan keyakinan pada diri sendiri.

Alasan Orang Berfikir Kreatif
Orang berusaha berpikir kreatif karena adanya keinginan yang kuat pada pribadinya untuk menghasilkan sesuatu kemajuan, serta adanya kesadaran akan pentingnya sesuatu yang baru tersebut. Potensi yang dimiliki oleh manusia mendorongnya untuk mampu mengaktualisasikan diri dalam kegiatan dan kehidupan bermasyarakat, sehingga pada dasarnya setiap manusia itu bila ada kesempatan dan ada kemauan untuk menggunakan daya kreatifitasnya, ia akan berusaha melahirkan sesuatu yang baru melalui kegiatan untuk meciptakannya. Tidak mengherankan bahwa hampir tiap beberapa waktu tertentu terdapat hasil karya berpikir kreatif dari manusia yang berwujud penemuan-penemuan dalam teknologi, ilmu pengetahuan, hasil seni ataupun yang lain.

Penilaian

Oleh : Slamet Zainal A.
slametzainal_abidin@yahoo.com

Pada setiap proses pembelajaran dibutuhkan suatu peneilaian yang bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan proses pembelajaran. Pengevaluasian pembelajaran tentunya berdasarkan aspek-aspek yang mencakup semua penilai standar dalam proses pembelajaran. Tidak hanya pada penilaian aspek intelektual, psikomotorik maupun aspek afektif. Dalam penilaian proses pembelajaran yang disesuaikan dengan teori belajar siswa, seorang tenaga pendidik juga harus mampu menyesuaiakan dengan teori yang diberlakukan, misalnya saja pada teori behaviorisme, dimana teori ini lebih mengedepankan pada aspek perilaku dan sikapa siswa pada suatu masalah yang dihadapinya. Maka sebagai seorang tenaga pendidik pada proses penilaian bila siswa lebih condong dominan pada aspek afektif itu merupakan suatu kewajaran, karena pada teori ini siswa diajarkan agar lebih mampu berinteraksi dan mampu menggunakan kemampuannya dalam berinteraksi dengan lingkungan serta sikap yang seharusnya pada suatu permasalahan. Namun jika dalam penerapan teori ini siswa mengalami penurunan atau tidak mampu menerapkan sikapnya untuk melaksanakannya maka dalam proses penilaian tenaga pendidik harus mengevaluasi penyebab terjadi atau kurang mampunya siswa menerimanya.
Berbeda dengan penilaian pada penerapan teori kontruktivisme yang lebih menekankan pada kemampuan intelektual siswa dalam menghadapi suatu permasalahan. Maka guru sebagai seorang tenaga pendidik harus lebih mendominasikan penilaian pada kemampuan berfikir siswa, akan tetapi juga tidak melupakan pada aspek lainnya sebagai pendorong terlaksananya penerapan teori tersebut. Proses penilaian pada masing-masing penerapan dan pelaksanaan teori belajar tentu diupayakan untuk melihat sejauh mana kemampuan siswa dalam menerima dan melaksanakan proses pembelajaran yang dilakukan tenaga pendidik. Penilaian juga sebagai suatu titik balik pelaksanaan pada masing-masing penerapan dan pelaksanaan teori belajar tentu diupayakan untuk melihat sejauh mana kemampuan siswa dalam menerima dan melaksanakan proses pembelajaran yang dilakukan tenaga pendidik. Penilaian juga sebagai suatu titik balik pelaksanaan proses pembelajaran yang kurang efektif. Adapun pengertian penilaian menurut Holt dan Willard-Holt (2000) menekankan konsep penilaian dinamis, suatu cara mengases potensi sebenarnya dari pembelajar yang secara signifikan berbeda dengan tes konvensional. Kondisi belajar alamiah yang esensial diperluas sampai ke proses penilaian. Bila biasanya penilaian sebagai suatu proses dilakukan oleh seseorang, misalnya guru, di sini dipandang sebagai suatu proses dua arah yang melibatkan interaksi antara guru dan pembelajar. Peranan guru sebagai asesor melakukan dialog dengan siswa yang diakses untuk menemukan tingkatan performanya dalam melakukan tugas pada saat itu dan curah pendapat dengannya tentang cara yang mungkin bisa ditempuh dalam memperbaiki performanya pada kesempatan berikutnya. Dengan demikian, penilaian dan pembelajaran dipandang sebagai jalinan proses yang tak terpisahkan.
Berdasarkan pandangan ini seorang guru seharusnya memandang penilaian sebagai proses yang terus menerus dalam mengukur pencapaian pembelajar, kualitas pengalamannya dalam pembelajaran dan proses pembelajarannya. Penilaian juga merupakan bagian integral dari pengalaman belajar dan bukan proses yang berdiri sendiri. Umpan balik dari proses penilaian berfungsi sebagai masukan langsung yang menjadi dasar untuk perkembangan selanjutnya. penilaian seharusnya tidak menjadi proses intimidasi yang menyebabkan kecemasan siswa, melainkan proses yang bersifat mendukung yang membangkitkan keberanian siswa untuk ingin dievaluasi di masa mendatang, sehingga harus fokus pada perkembangan yang terjadi pada siswa. Maka guru sebagai tenga pendidik harus mampu menilai siswa dengan baik sesuai dengan standar yang diberlakukan tentunya dengan merapkan umpan balik terhadap proses pembelajaran agar proses penilaian terhadap siswapun bisa lebih baik didalam penerapan suatu teori belajar dalam pembelajaran.

Teori Anak Usia Dini dalam Proses Pembelajaran

Oleh : Slamet Zainal A.
slametzainal_abidin@yahoo.com

Masa usia dini merupakan masa pengenalan anak terhadap lingkungan sekitar, pada masa ini anak akan meniru, mempraktekan serta menerima semua yang diperolehnya dari lingkungan sekitar. Stimulus yang diberikan bisa berupa tindakan orang tua yang ditiru, maupun dari tekanan alam yang bisa merubah pola tingkah laku anak. Namun yang lebih utama berasal dari lingkungan sosial anak yang merupakan area mereka dalam melakukan semua tindakan keseharian mereka khuususnya kebutuhan mereka dalam bermain. emua anak di dunia ini dari kalangan manapun mereka berasal, pasti gemar bermain. Bermain merupakan suatu aktivitas yang khas dan sangat berbeda dengan aktivitas lain seperti berkerja yang selalu dilakukan orang dewasa dalam rangka mencapai suatu hasi akhir.
Dua ciri utama bermain, yaitu pertama semua aktivitas bermain representasional menciptakan imajiner yang memungkinkan anak untuk menghadapi keinginan-keinginan yang tidak dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata, dan kedua bermain representasional memuat aturan-aturan prilaku yang harus diikuti oleh anak untuk dapat menjalankan adegan bermain. Bermain merupakan kebutuhan semua anak, terlebih lagi bagi anak-anak yang berada direntang usia 3-6 tahun. Bermain adalah sesuatu kegiatan yang dilakukan anak-anak dengan atau tanpa mepergunakan alat yang menghasilkan pengertian dan memberikan informasi, memberikan kesenangan dan mengembangkan imajinasi anak secara spontan dan tanpa beban. Pada saat pembelajaran berlangsung hampir semua aspek perkembangan anak dapat terstimulasi dan berkembang dengan baik termasuk didalamnya perkembangan kreativitas.
    Maka dalam proses pembelajar guru maupun lingkungan serta peroses pembelajaran harus menyesuaikan dengan kondisi si anak agar dihsilkan proses pembelajaran yang dapat diterima siswa serta mampu memberikan kenyamanan bagi siswa, dimana dalam proses pembelajaran ini siswa tidak mengalami tekanan yang berlebihan yang justrus bisa berdampak pada kondisi psikis siswa. Kegiatan pembelajaran pada anak usia dini pada hakikatnya adalah pengembangan kurikulum secara konkret berupa seperangkat rencana yang berisi sejumlah pengalaman belajar melalui bermain yang diberikan pada anak usia dini berdasarkan potensi dan tugas perkembangan yang harus dikuasai dalam rangka pencapaian kopetensi yang harus dimiliki oleh anak. Pada dasarnya pengembangan program pembelajaran merupakan pengembangan sejumlah pengalaman belajar melalui bermain yang dapat memperkaya pengalaman bermain anak tentang berbagai hal, seperti cara berpikir teentang diri sendiri, tanggap pada pertanyaan, dapat memberikan argumen untuk mencari berbagai alternatif.
Adapun tujuan proses pembelajaran pada anak usia dini adalah untuk membantu meletakkan dasar kearah perkembangan sikap pengetahuan, keterampilan dan kreativitas yang diperlukan oleh anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan pada tahap berikutnya. Untuk mencapai tujuan progran pembelajaran tersebut, maka diperlukan strategi pembelajaran bagi anak usia dini yang berorientasi pada: (1) Tujuan yang mengarah pada tugas-tugas perkembangan disetiap rentang usia anak; (2) materi yang diberikan harus mengacu dan sesuai dengan karekteristik dan kebutuhan yang sesuai dengan taraf perkembangan anak; (3) metode yang dipilih seharusnya bervariasi sesuai dengan tujuan kegiatan belajar dan mampu melibatkan anak secara aktif dan kreatif serta menyenangkan; (4) media dan lingkungan bermain yang digunakan haruslah aman, nyaman dan menimbulkan ketertarikan bagi anak dan perlu adanya waktu yang cukup untuk bereksplorasi; (5) evaluasi yang terbaik dan dianjurkan untuk dilakukan adalah rangkaian sebuah assesmentmelalui observasi parsitipan terhadap segala sesuatu yang dilihat, didengar dan diperbuat oleh anak. Maka perlu adanya teori pembelajaran yang mampu mengarahkan anak pada proses pertumbuhan dan perkembangangan baik psikis, afeksi maupun perkembangan intelektual siswa. Tentunya dengan kesimbangan pada semua aspek yang menunjang dalam perkembangan siswa baik itu dari kurikulum, tenaga pengajar, lingkungan, maupun dalam proses pembelajrannya. Diharapkan dengan keseimbangan ini serta dengan acuan teori yang tepat maka akan didapatkan output peserta didik yang sesuai dengan perkembangannya.

Teori Belajar Bahasa

Oleh : Slamet Zainal A.
slametzainal_abidin@yahoo.com

Dapat berpikir dan berbahasa merupakan ciri utama yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Karena memiliki keduanya, maka sering disebut manusia sebagai makhluk yang mulia dan makhluk sosial. Dengan pikirannya manusia menjelajah ke setiap fenomena yang nampak bahkan yang tidak nampak. Dengan bahasanya, manusia berkomunikasi untuk bersosialisasi dan menyampaikan hasil pemikirannya. Salah satu objek pemikiran manusia adalah bagaimana manusia dapat berbahasa. Bahasa anak adalah sistem yang sah dari sistem mereka. Perkembangan bahasa anak bukanlah proses perkembangan sedikit demi sedikit stuktur yang salah, bukan dari bahasa tahap pertama yang lebih banyak salahnya ke tahap berikutnya, tetapi bahasa anak pada setiap tahapan itu sistematik dalam arti anak secara terus menerus membentuk hipotesis dengan dasar masukan yang diterimanya dan kemudian mengujinya dalam ujarannya sendiri dan pemahamannya. Selama bahasa anak itu berkembang hipotesis itu terus direvisi, dibentuk lagi atau kadang-kadang dipertahankan. Perubahan atau perkembangan bahasa pada anak akan bergantung pada sejauh mana keterlibatan kognitif sang anak secara aktif dengan lingkungannya.
Proses belajar bahasa terjadi menurut pola tahapan perkembangan tertentu sesuai umur. Tahapan tersebut meliputi: (a) Asimilasi: proses penyesuaian pengetahuan baru dengan struktur kognitif, (b) Akomodasi: proses penyesuaian struktur kognitif dengan pengetahuan baru (c) Disquilibrasi: proses penerimaan pengetahuan baru yang tidak sama dengan yang telah diketahuinya, (d) Equilibrasi: proses penyeimbang mental setelah terjadi proses asimilasi.
Adapun proses belajar bahasa terjadi bila anak mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan baru. Proses itu melalui tahapan memperhatikan stimulus yang diberikan, memahami makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami. Sedangkan proses belajar bahasa lebih ditentukan oleh cara anak mengatur materi bahasa bukan usia anak. Proses belajar bahasa didapat melalui: enaktif yaitu aktivitas untuk memahami lingkungan; ikonik yaitu melihat dunia lewat gambar dan visualisasi verbal; simbolik yaitu memahami gagasan-gagasan abstrak. Siswa dapat benar-benar memahami konsep ilmiah dan sains karena telah mengalaminya. Penjelasan mendetail dari guru belum tentu mencerminkan pemahaman siswa mengerti kata-kata ilmiahnya, tapi tidak memahami konsepnya. Namun jika siswa telah mencobanya sendiri, maka pemahaman yang didapat tidak hanya berupa kata-kata saja, namun berupa konsep.
Setiap siswa memiliki tanggung jawab terhadap pembelajaran mereka masing-masing, mampu mengambil keputusan sendiri, memilih dan mengusulkan aktivitas yang akan dilakukan mengungkapkan perasaan dan pendapat mengenai kebutuhan, kemampuan, dan kesenangannya. Dalam hal ini, guru berperan sebagai fasilitator pengajaran, bukan menyampaikan pengetahuan. Dimana dalam perkembangannya guru harus mampu menjadi penyampai pesan yang baik serta mampu diteri oleh siswa. Adapun penyampaian bahasa yang baik dalam konteks guru terhadap siswa adalah sebagai berikut; (1) Sangat menekankan kepada komunikasi yang bermakna berdasarkan sudut pandang siswa. Teks harus otentik, tugas-tugas harus kommunikatif, Outcome menyesuaikan dan tidak ditentukan atau ditargetkan sebelumnya, (2) Pendekatan ini berfokus pada siswa dengan menghargai existensi setiap individu, (3) Pembelajaran digambarkan sebagai sebuah penerapan pengalaman individual dimana siswa memiliki kesempatan berbicara dalam proses pengambilan keputusan, (4) Siswa lain sebagai kelompok suporter dimana mereka saling berinteraksi, saling membantu dan saling mengevaluasi satu sama lain, (5) Guru berperan sebagai fasilitator yang lebih memperhatikan atmosphere kelas dibanding silabus materi yang digunakan, (6) Materi berdasarkan kebutuhan-kebutuhan siswa, (7) Bahasa ibu para siswa dianggap sebagai alat yang sangat membantu jika diperlukan untuk memahami dan merumuskan hipotesa bahasa yang dipelajari.
Maka dapat disimpulkan bahwa dalam penerapannya guru harus mampu mengkomunikasikan scara baik apa yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran agar tidak terjadi salah persepsi serta timbulnya kebingungan pada siswa yang justru bisa membuatnya tidak bisa menerima pelajaran dengan baik dan terganggunya proses pembelajaran.

Bukan Hanya Sekadar Teori

Oleh : Slamet Zainal A.
slametzainal_abidin@yahoo.com

Pada proses pembelajaran tentunya membutuhkan metode dan strategi untuk dapat berjalan dengan lancar. Sebagai seorang tenaga pendidik guru seharusnya mampu membuat proses belajar kondusif. Proses pembelajaran yang baik juga bergantung pada penerapan kurikulum serta media dan metode penerapan belajar pada siswa, dengan keseimbangan ini serta kemampuan guru yang mampu menyampaikan materi dengan baik hasilnyapun akan baik. Teori belajar yang diberikan pada siswa bukan hanya sekedar teori belajar. Pemberian atau penerapan teori belajar tidak hanya menjadi sekadar acuan dan tujuan yang akan diberikan kepada siswa guna mengarahkan siswa pada suatu aspek tertentu, akan tetapi penerapan teori belajar ini juga harus mampu mendorong siswa dan guru dalam proses kegiatan belajar.
Guru sebagai asesor harus mampu dan menguasai teori belajar yang akan diterapkan serta memahami dengan baik metode penerapan pada teori belajar yang digunakan. Begitu juga dengan siswa sebagai penerima juga harus mampu melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan baik. Adapun dalam pembelajaran keduanya harus mampu mengetahui pengertian teori belajar serta proses dan karakteristiknya. Teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip-prinsip umum atau kolaborasi antara prinsip-prinsip yang saling berhubungan. Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses  yang kompleks dari belajar. Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivisme.
Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita perdebatkan, yang lebih penting untuk kita pahami adalah teori mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam  ini penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Sebagian para ahli berpendapat bahwa teori belajar ini harus mampu memberikan dan merubah karakter secara permanen yang kuat pada siswa. Dengan penguatan ini siswa mampu menyimpan dengan baik stimulus yang diberikan guru pada saat proses pembelajaran. Akan tetapi dewasa ini semakin banyak penerapan yang tidak sesuai dengan konteks yang dilaksanakan, dimana masih banyak siswa yang keluar jalur pada saat penerapan teori belajar ini. Dalam penggunaan teori belajar ini tidak bisa dilakukan pada satu teori belajar saja akan tetapi dalam penerapan yang dikombinasikan dengan teori yang lain justru akan lebih bagus, dimana siswa juga dapat menyesuaikan bakat dan kemampuannya pada penerapan teori belajar yang lain. Teori belajar kombinasi atau campuran bisa dikatan sebagai teori dinamis yang mampu menyesuaikan dengan keadaan yang ada. Misalnya saja dalam pembentukan perilaku siswa tentunya berkaitan dengan teori behaviorisme sedang dalam aspek intelektual siswa dapat menerapkan teori kognitivisme. Dengan teori dinamis yang merupakan perpaduan dan gabungan teori belajar, diharapkan mampu menyesuaikan kondisi siswa dalam prosese pembelajaran, juga menjadi acuan guru dalam hala pengevaluasian dalam penyampaian materi yang disampaikan kepada siswa. Selain faktor dari guru dan siswa faktor yang lain pun harus diperhatikan agar dalam kegiatan serta penerapan teori belajar ini tidak terganggu serta dapat berjalan dengan baik serta dalam penyampaiannya bukan hanya sekedar teori belajar yang asal-asalan yang justru akan membuat siswa tidak mampu menerima akibatnya pembelajar tidak efektif dan berjalan dengan tidak baik akibat penerapan teori belajar yang asal.

Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne

Oleh : Faradya Imvarica

Sebagaimana tokoh-tokoh lainnya dalam psikologi pembelajaran, Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan indiviu seseorang meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial. Berbagai lingkungan itulah yang akan menentukan apa yang akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa ia nantinya.

Bagi Gagne, belajar tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena belajar itu bersifat kompleks. Dalam pernyataan tersebut, dinyatakan bahwa hasil belajar akan mengakibatkan perubahan pada seseorang yang berupa perubahan kemampuan, perubahan sikap, perubahan minat atau nilai pada seseorang. Perubahan tersebut bersifat menetap meskipun hanya sementara.

Menurut Gagne, ada tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar, situasi stimulus, dan responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi. Selanjutnya, Gagne juga mengemukakan tentang sistematika delapan tipe belajar, sistematika lima jenis belajar, fase-fase belajar, implikasi dalam pembelajaran, serta aplikasi dalam pembelajaran.
   
Jadi menurut saya dalam situasi belajar lingkungan yang di lihat dan dirasakan seorang individu sangat berpengaruh dalam suatu proses belajar. Belajar bukan hanya di lakukan di sekolah akan tetapi dimana pun individu itu berada.

Teori Pengkondisian Klasik

Oleh : Faradya Imvarica

Teori pengkondisian klasik dipelapori oleh seorang ahli sosiologi Rusia bernama Ivan Pavlov pada awal tahun 1900 an. Dimana Pavlov melakukan suatu eksperimen terhadap seekor anjing. Dia meletakkan secara rutin bubur daging di depan mulut anjing .  Anjing mengeluarkan air liur.  Air liur yang dikeluarkan oleh anjing merupakan suatu stimulus yang diasosiasikan dengan makanan. Pavlov juga menggunakan lonceng sebelum makanan diberikan.
Pengkondisian klasik adalah tipe pembelajaran dimana suatu organisme belajar untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimulus (Santrock, 2010).  Dalam pengkondisian klasik stimulus netral (seperti melihat seseorang) diasosiasikan dengan stimulus yang bermakna (seperti makanan) dan menimbulkan kapasitas untuk menghasilkan respon yang sama. 
Dalam teori pengkondisian klasik ada 2 tipe stimulus dan 2 tipe respon,yang harus dipahami yaitu Unconditioned Stimulus (US), Unconditoned respon (ER), Conditioned Stimulus (CS), dan Conditioned Respon (CR). 
Unconditioned Stimulus (US) adalah sebuah stimulus yang secara otomatis menghasilkan respon tanpa ada pembelajaran terlebih dahulu. Dalam eksperimen Pavlov makanan adalah US. Unconditioned Respon adalah respon yang tidak dipelajari yang secara otomatis dihasilkan oleh US, dalam eksperimen Pavlov air liur anjing yang merespon makanan adalah UR. Conditioned Stimulus adalah stimulus yang sebelumnya netral yang akhirnya menghasilkan conditioned respon setelah diasosiasi dengan US. Dalam experiment Pavlov beberapa penglihatan dan suara yang terjadi sebelum anjing menyantap makanan.  Conditioned Respon adalah respon yang dipelajari yang muncul setelah terjadi pasangan US – CS.  Untuk lebih jelas dapat dilihat pada skema exsperimen Palvov berikut :

Sebelum Pengkondisian    
 US (makanan)  >>>>>>>>>>>> UR (Keluar air liur)
 CS (lonceng) >>>>>>>>>>>>> tak ada CR (air liur tidak keluar)

Selama Pengkondisian   
CS(lonceng) + US (makanan) >>>>> UR (keluar air liur)

Setelah Pengkondisian
CS (lonceng) >>> >>>>>>> CR (keluar air liur) (M. Asrori, 2008)

Jadi dapat kita ketahui Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Pavlov diperoleh kesimpulan bahwa asosiasi terhadap penglihatan dan suara dengan makanan ini merupakan tipe pembelajaran yang penting, yang kemudian dikenal dengan Teori Pengkondisian Klasik.

Guru juga pelu belajar


Guru adalah kata yang tidak asing bagi siapapun itu, karena guru adalah tugas yang seharusnya besar karena membentuk karakter bangsa. Bangsa diduduki manusiaa sedangkan manusia sebaagian besar dididik oleh seorang guru hingga membentuk karakter dari individu itu sendiri. Dinegara dengan pendidikan kualitas wahid seperti firlandia, jerman dan kanada guru adalah profesi yang banggakan maka dari itu menjadi seorang guru sangat sulit seleksinya. Bahkan dijepang setelang bom hirosima nagasaki hingga menghabiskan wilayah yang tidak sedikit pemerintah jepang hanya menanyakan seberapa banyak guru yang hidup. Jadi begitu fundamentalnya seorang guru dalam membangun negeri dengan karakter yang luar biasa ini akan membuat negara yang besar dan berdikari.
Guru belajar tidak hanya lulus dari perguruan tinggi lolos seleksi CPNS dan kemudian mengajar sampai habis masa pensiun. Guru juga perlu pengalaman, pengalaman disini bukan satu pengalaman yang diulang selama berpuluh-puluh tahun namun berbagai pengalaman. Jadi guru juga perlu dan harus belajar banyak. Karena selama hidup disitulah manusia harus belajar karena jika manusia hidup tanpa belajar sama halnya dengan hidup serasa mati. Lantas apa yang dipelajarai dari seorang guru? Ya guru memang dari segi kemampuan akadeis sudah handal namun dalam pembelajaran dikelas maupun diluar kelas perlu adanya inovasi guna tercapainya pemahaman isi dari materi yang disampaikan.
Isi dari sebuah materi pembelajaran sesungguhnya tidak penting tapi hal yang penting adalah metode dalam pembelajaran atau bahasa yang leboh dipahami, cara dalam menyampaikan materi yang harus banyak pengalaman dan pembelajaran dari seorang guru. Lalu apa yang harus dilakukan? Langkah awal agar terjadinya pembelajaran yang menarik asik dan mudah serta masuk dan diterima oleh siswa adalah guru perlu tau dan paham tentang teori dari pembelajaran itu sendiri dan paham mengenai apa itu belajar terlepas dari kurikulum yang berlaku. Belajar itu sendiri adalah proses yang mengakibatkan berubahnya perilaku dari hal yang baik menjadi lebih baik lagi. Sedangkan teori pembelajaran adalah merupakan penerapan prinsip-prinsip teori belajar, teori tingkah laku, dan prinsip-prinsip pembelajaran dalam usaha mencapai tujuan belajar.
Jadi jelaslah bahwa guru perlu adanya belajar lebih lanjut mengenai bagaimana cara proses penyampaian pembelajaran yang menarik, asik, dan disukai anak serta masuk dalam pemahaman setiap individu. Guru adalah aset bangsa yang harus perlu banyaknya evaluasi itu dimaksudkan untuk membentuk negara yang lebih baik lagi kedepannya karena, ditangan guru inilah karakter ditentukan. Guru perlu harus banyak belajar tidak hanya didalam aspek akademis saja namun pada hal hal yang penting seperti penyampaian materi yang menarik, asik, dan disukai anak serta masuk dalam pemahaman siswa.
Aditya Wahyu Prasetyo



Pentingnya guru mengerti teori pembelajaran


Guru secara pemahaman orang jawa adalah digugu dan ditiru yang berarti bahwa dipercaya dan diikuti. Secara konstektua guru adalah subjek yang dipercaya untuk mempengaruhi pembelajaran baik dari segi akademis maupun dari segi karakter yang semuanya dibutuhkan keahlian khusus. Keahlian ini tidak bisa didapatkan dengan begitu saja ada pembelajaran yang berkelanjutan dan perlunya praktek langsung dilapangan semuanya dilakukan dibangku perkuliahan yang bertujuan menjadi guru unutk mendidik peserta didik. Pemahaman agar peserta didik mengerti apa yang disampaikan seorang guru adalah cara mengajar yang efektif dan efisien yang berati bahwa guru daharuskan memberikan penyampaian materi yang menarik dan mudah dipahami oleh siswa ini semua dibutuhkan kemampuan khusus dan kemampuan itu tiak bisa hanya dilakukan hanya membaca artikel ini saja perlu banyaknya masukan praktik dan pengalaman dalam pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru.
Teori pembelajaran adalah induk utama dari sebuah pembelajaran apapun latarbelakang guru baik mengajar akademik maupun non akademik perlu dan dirasa penting untuk memahami teori pembelajaran. Mengapa demikian? Ya, karena seorang pendidik harus memiliki modal teknik dan cara untuk memberikan pembelajaran yang menarik dan hal ini dimulai dari sebuah pemahaman teori yakni teori pembelajaran yang nantinya akan berkembang menjadi model-model pembelajaran yang penerepannya tidak jauh dari teori pembelajaran. Jadi secara singkat perlu adanya pemahaman terlebih dahulu mengenai teori pembelajaran yang selanjutnya merambah ke model-model pembelajaran.
Menjadi guru yang baik adalah tidak mudah karena yang kita ajarkan adalah manusia yang mana adalah makhluk hidup. Berbeda jika yang kita ajar robot hanya diperintah ini dan itu langsung mengikuti. Manusia sejatinya diperuntuhkan untuk menjadi pribadi yang berkarakter baik. Jadi bagaimanapun juga guru harus mementingkan hal itu disamping nilai-nilai akademis. Menjadi guru harus mengacu pada makna “ing ngarso sun tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani” yang bermakna bahwa didepan memberikan contoh, ditengah-tengah memberikan bimbingan dan semangat, dibelakang memberikan motivasi. Jadi jelaslah bahwa peran guru tidak jauh beda dengan peran orang tua. Jadi guru haruslah memaknai asas tersebut agar mengerti bagaimana dan apa yang harus dilakukan untuk mengubah karakter seorang siswa menjadi yang lebih baik.
Jadi bahwa teori pembelajaran sangat penting dipahamai oleh seorang guru itu semua guna menjadikan guru yang profesional yang efektif efisien sesuai yang diharapkan oleh siswa. Agar terlaksananya model pembelajaran yang menarik bagi siswa dan itu juga akan menjadikan guru yang mengerti dan memahami harus berbuat apa untuk siswanya serta membentuk karakter siswa sesuai dengan kaidah yang sebenarnya. Guru digudu dan ditiru layaknya orang tua sebagaimana orang jawa mengatakan dalam asas ing ngarso sun tuladha, ing madya mangun karso, tutwuri handayani.
Aditya Wahyu Prasetyo

Tahap proses pembelajaran


pelaksanaan pembelajaran harus sesuai dengan proses realisasi pelaksanaan pembelajaran itu sendiri. Pelaksanaan pembelajaran merujuk pada yang biasa disebut rancangan proses pembelajaran namun pada pelaksanaannya ada pula mengalami kendala dan kendala-kendala tersebut biasanya dipengaruhi oleb beberapa faktor dinantaranya:
faktor peserta didik, peserta didik adalah objek dimana guru dapat melakukan proses pembelajaran, peserta didik terkadang sulit dalam menerima proses pembelajaran sehingga aktifitas tidak berjalan. Peserta didik yang nantinya akan menerima apa saja yang diberikan oleh guru. Ini semata-mata guna terlaksananya proses pembelajaran yang berlangsung sebagai mestiya.
faktor guru/tenaga pengajar, guru adalah aktor dalam aktifitas pembelajaran yang berlangsung baik didalam kelas maupun diluar kelas, guru dirasa sangat penting karena guru adalah panutan siswa. Guru juga yang merangkai seluruh kegiatan pembelajaran. Semua itu tentunya merujuk pada sistem pendidikan nasional yang tercantum pada UU no 20 tahun 2003. 
faktor kurikulum, Seperangkat rencana  yang mencakup tujuan Bahan kajian, metode, media, dan sistem evaluasi kegiatan pembelajaran. ( sebagai rencana ). Semua aktivitas belajar siswa yang berada dibawah tanggung jawab sekolah. ( sebagai proses). Kurikulum ini sangat kompleks. Karena kurikulum dibuat sesuai dengan kemauan masyarakat dan perubahan zaman jadi posisi kurikulum juga penting dan faktor yang penting pula dalam proses pembelajaran
faktor sarana dan prasarana, sarana dan prasarana adalah pendukung didalam proses kegiatan belajar mengajar. Banyak bentuk dari sarana dan prasarana diantaranya guru, buku, meja, kursi, ruang kelas, media baik cetak tulis maupun elektronik, dan masih banyak lagi sarana dan prasarana yang mendukung proses pembelajaran. Faktor ini menjadi enting karena sebagai pendukung serta penuntun dalam proses pembelajaran.
faktor lingkungan, lingkungan adalah daerah dimana kita menempati, lingkungan yang baik akan menentukan produk yang baik. Jika lingkungan sekolah diperuntukan didalam lingkungan seperti pasar, mall, dan tempat keramaian lainnya maka proses belajar mengajar terhambat karena kebisingan itu. Maka dari itu lingkungan masuk kedalam faktor didalam proses pembelajaran. Lingkungan yang kumuh dan tidak terpelihara juga akan menimbulkan pembelajaran yang tidak nyaman.
Itulah berbagai faktor didalam proses pembelajaran bahwa peserta didik, guru, kurikulum, sarana dan prasarana, serta lingkungan mempengaruhi proses pembelajaran yang berlangsung baik itu didalam ruangan maupun diluar ruangan. Demikian yang bisa saya tuliskan semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Dan dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Salam sukses.

Aditya Wahyu Prasetyo



Media dan teori pembelajaran menjadikan suasana kelas luar biasa



Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan (Bovee, 1997). Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi dan digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran yaitu proses komunikasi antara pengajar, pembelajar, dan bahan ajar. Banyak batasan atau pengertian yang dikemukakan para ahli mengenai media, diantaranya adalah: Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Asosociation of Education and Communication Technology (AECT).

Dari penjelasan diatas, secara umum dapat dikatakan bahwa substansi dari media pembelajaran adalah bentuk saluran, yang digunakan untuk menyalurkan pesan, informasi atau bahan pelajaran kepada penerima pesan atau pembelajar dapat pula dikatakan  bahwa media pembelajaran adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan dalam lingkungan pembelajar yang dapat merangsang pembelajar untuk belajar.

Teori pembelajaran merupakan penerapan prinsip-prinsip teori tingkah laku, teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran dalam usaha mencapai tujuan belajar. Membicarakan tentang prinsip-prinsip yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah praktis di dalam pembelajaran, dan bagaimana menangani situasi praktis yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Begge (1982:1-2), belajar adalah suatu perubahan yang berlangsung dalam kehidupan individu sebagai upaya perubahan dalam pandangan, sikap, pemahaman atau motivasi dan bahkan kombinasi dari semuanya. Belajar selalu menunjukkan perubahan sistematis dalam tingkah laku yang terjadi sebagai konsekwensi pengaalaman dalam situasi khusus.

Bagaimana jika kedua unsur tersebut digambung, dalam arti media dan teori pembelajaran digabung? Ya, pada dasarnya teori pembelajaran adalah tolok ukur dalam mengembangkan proses pembelajaran seperti halnya mengembengkan model dalam pembelajaran dan media pembelajaran jadi sah saja dan bisa dikatakan luar biasa apabila kedua unsur tersebut yang sebenarnya satu arah digabung. Karena kedua unsur tersebut tujuannya sama yakni menjadikan pembelajaran yang menarik dan pesan yang disampaikan tersampaikan dengan baik.

Media berbagai macal hal begitu juga dengan teori, media membantu guru dan siswa memahami proses pembelajaran begitu juga media membuat pembelajran menjadi menarik tidak monoton dan siswa diarahkan untuk belajar yang bisa dikatakan serius. Sah saja jika kedua unsur tersebut digabung dan dirasa menjadi bagus dan baik. Seperti kita tau bahwa tidak cukup hanya dengan teori saja perlu adanya praktek dan praktek tersebut ditambah dengan media yang semuanya itu dimaksudkan untuk merubah serta menjadikan proses pembelajaran yang menarik.

Semoga artikel ini bermanfaat dan menjadikan proses pembelajaran yang tidak hanya dengan itu-itu saja perlu adanya inovasi dan pemanfaatan seperti halnya media dan itu tidak hanya didalam media elektronik saja media-media yang lain pun sah saja jika dimanfaatkan untuk pembelajaran
Aditya Wahyu Prasetyo

Siswa butuh teori ini


Siswa terkadang dalam proses pembelajaran mengalami beberapa kendala dalam pembelajarannya. Ini tidak dipungkiri dan banyak beberapa faktor yang menyebabkan tidak hanya dari faktor individu saja namun faktor ligkungan, faktor guru, faktor kondisi dan bahkan faktor dari penyampaian materi yang disampaikan guru tersebut. Materi yang akan disampaikan memang penting namun cara yang penyampaiannya menjadi lebih penting karena akan terasa percuma jika penyampaian materi monoton ini akan berakibat siswa bosan memperhatikan guru dalam proses pembelajaran. Belajar setiap siswa memang berbeda-beda akan tetapi proses awal penyampaian informasi dalam hal ini materi yang disampaikan guru menjadi modal awal siswa untuk mengembangkan pola berfikir yang lebih jauh lagi jadi siswa perlu adanya teori yang dapat mengembangkan proses belajarnya dan teori tersebut diterapkan oleh guru.

Teori adalah bentuk awal untuk menunjang proses implementasi yang lebih baik, tidak akan maksimal jika hanya teori saja yang berjalan perlu adanaya implementasi atau penerapan. Karena keduanya sangat berkaitan satu sama lain tidak bisa dikotomikan atau dipisahkan. Lantas teori apa, yang dimaksud dalam artikel ini? Ya karena permasalahan inti adalah proses belajar yang monoton maka teori yang pas dilakukan oleh guru namun dibutuhkan siswa adalah teori pembelajaran. Teori pembelajaran merupakan suatu kumpulan prinsip-prinsip yang terintegrasi dan yang mmberikan perskripsi untuk mengatur situasi atau lingkungan belajar sedemikin rupa sehingga dapat membantu siswa mencapai tujuan belajarnya dengan mudah.

Teori pembelajaran sangat penting guna menunjang implementasi pembelajaran yang efektif menarik dan terkesan tidak monoton ada banyk fariasi mengenai teori pembelajaran itu sendiri, yang semuanya dimaksudkan untuk merubah perilaku siswa dan menambah wawasan. Pembelajaran terkadang menjadi bosan dan siswa mulai tidak memperhatikan pembelajaran yang berlangsung dimungkinkan banyak berbagai faktor salah satunya pembelajaran yang monoton. Pembelajara yang itu-itu saja membuat siswa hari-harinya hanya dipenuhi metode pembelajaran yang itu saja hanya bergati materi yang disampaikan. Materi pembelajaran memang penting namun metode penyampaian juga penting halnya karena percuma saja jika materi yang disampaikan tidak tersampaikan hanya dengan penyampaian materi yang tidak menarik dan tidak sukai oleh siswa.

Teori pembelajaran membantu guru mengatasi semua itu dan macam macam dari teori pembelajaran sangat banyak dan berfarian semuanya dimaksudkan untuk memberikan inovasi didalam pelajaran guna terciptanya pembelajaran yang menarik yang disukai oleh siswa dan guru pun tidak hanya berangkat mengajar seperti itu diulang bertahun-tahun guru pun perlu adanya inovasi dalam proses pembelajaran. Jadi teori ini dirasa penting bagi guru dan yang lebih penting lagi bagi siswa itu sendiri.


Aditya Wahyu Prasetyo