Thursday, January 1, 2015

Metode Penanaman Semangat dan Kebiasaan Belajar di Jepang Part II



Oleh : Eka Widiyani
1102413109

Jika membicarakan mengajar yang menyenangkan kepada anak, maka tidak terlepas dari kegiatan bernyanyi dan menari. Kebanyakan guru-guru Taman Bermain dan Taman Kanak-kanak di Jepang disyaratkan harus bisa bermain alat musik khususnya piano. Diyakini juga oleh para ahli pendidikan anak di Jepang, dengan mengajar melatih anak mendengarkan musik dalam berkegiatan di sekolah, maka anak akan merasa bersemangat dan terlatih daya ingatnya dengan irama musik dan gerakan-gerakan yang menyertainya. Perbedaan seperti ini pula yang terlihat di Indonesia yang kebayakan guru TK tidak disyaratkan seperti itu tetapi malah dengan syarat yang lain seperti harus mampu bicara bahasa asing.
Menginjak usia Sekolah Dasar (SD), anak-anak Jepang lebih serius dididik dan disemangati sepanjang  mereka belajar di sekolah. Dari segi materi pelajaran lebih banyak diajarkan tentang ilmu-ilmu dan dari segi pelajaran kemandirian dan semangat lebih ditekankan. Di Jepang, sistem masuk Sekolah Dasar diatur pemerintah, yang salah satunya siswa yang bersekolah di SD tertentu adalah anak-anak yang tinggal di sekitar komplek sekolah itu berada. Dengan begitu, anak-anak disyaratkan harus berangkat dan pulang dari sekolah berjalan kaki bersama teman-temannya yang rumahnya berdekatan. Siswa yang terbesar dalam kelompok itu ditunjuk sebagai pemimpinnya dan harus bertangggungjawab. Hal ini yang berbeda dengan cara bersekolah di Indonesia, yang mana banyak siswa yang sekolahnya berada jauh dengan rumahnya dan harus diantar oleh orang tuanya dan tidak jarang sampai di sekolah sudah capek dan kurang semangat.
Anak-anak usia Sekolah Dasar di Jepang juga selalu dituntut bersemangat, salah satunya selalu diberi ucapan bahasa Jepang “Gambatte Kudasai” yang artinya “Bersemangatlah” atau “Berusahalah” atau “Berjuanglah”. Kata-kata penyemangat seperti itu sudah menjadi kebudayaan Jepang yang mana siapapun, di manapun dan dalam suasana apapun selalu diucapkan untuk saling menyemangati dalam berusaha memperoleh hasil yang lebih baik. Apakah hal semacam ini juga bisa diterapkan di Indonesia atau malah saling menghambat untuk tujuan menonjolkan diri?
Kata-kata dan kegiatan menyemangati anak-anak Jepang tersebut tidak akan berhasil bila tidak ditunjang dengan suasana dan keadaan yang mendukungnya. Karena hal tersebut, pemerintah Jepang melalui Departemen Pendidikan meng-kampanye-kan suatu program kepada pelajar di Jepang, serta  orang tua mereka. Program tersebut berbentuk slogan kata-kata “Hayane, Hayaoki, Asagohan” yang berarti “Tidur Cepat, Bangun Cepat, Makan Pagi”.

Editor : Agus Adi R  ||  1102413093

0 komentar:

Post a Comment