Oleh : Eka Widiyani
1102413109
Terus terang
saja, saya lumayan “bosan” dengan segala teori-teori pembelajaran. Kalian bisa
baca sendiri deh . .
Oke. Saya akan
membahas mengenai pendidikan di Jepang dan bagaimana metode guru untuk mengajar
di sana. Satu hal yang saya lihat dan mungkin menjadi sumber tak terlihat
sebagai pemompa belajar anak jepang, seperti yang ada di kartun kesukaan saya,
Naruto. Guru memberika “ino hisi” atau semangat api. Begini :
Cara paling mendasar
yaitu dengan memberi dan menumbuhkan terus semangat anak-anak sejak usia dini
dengan cara yang menyenangkan dan juga menjauhi sikap manja dan memanjakan. Di
Jepang, pada umumnya anak bayi mulai umur sekitar 1 tahun sudah bisa dititipkan
di tempat penitipan anak bila kedua orang tuanya bekerja dan biasanya pula anak
tersebut dijemput setelah orangtuanya selesai bekerja sekitar pukul 5 sore atau
lebih.
Sampai usia taman-kanak
biasanya anak-anak tersebut diajar lebih banyak cara-cara hidup dan
bermain-main dengan segala jenis kemampuan, seperti meloncat, berlari dan juga
kemampuan olahraga dasar lainnya. Bahkan pelajaran naik sepeda roda satu atau
duapun juga diajarkan di Taman Bermain dan Taman Kanak-kanak.
Menurut para ahli di
Jepang, kegiatan seperti itu dan juga berbagai kegiatan bermain yang
menyenangkan dan bersemangat sangat dianjurkan diberikan kepada anak-anak
sebelum masuk Sekolah Dasar untuk melatih kebebasan, karena dengan bermain
mereka juga belajar. Singkatnya, si anak tanpa bermain atau kurangnya waktu dan
jenis kegiatan maka akan menghambat perkembangannya. Hal inilah yang
kelihatannya berbeda dengan cara mengajar dan mendidik anak di Indonesia, yang
mana terlalu singkat sekali jam belajar di Taman Kanak-kanak dan kebanyakan
diberi sikap manja dengan cara menunggui anak selama berada di sekolah.
Di saat mengajar anak
tersebut sering sekali baik orang tua anak di Jepang ataupun guru di Taman
Kanak-kanak tidak langsung mengendong atau menolong bangun bila anak tersebut
pada waktu bermain jatuh dan menangis, tetapi mereka akan membiarkan si anak
bangkit dari jatuhnya sendiri dan belajar bersemangat dengan kekuatannya
sendiri tanpa bergantung kepada orang yang ada di sekitarnya. Hal ini pula yang
berbeda dengan sikap para orang tua dan guru Taman Kanak-kanak di Indonesia
yang selalu memanjakan anak karena cepat merasa kasihan.
Editor : Agus Adi R || 1102413093
0 komentar:
Post a Comment