S. Zainal A.
slametzainal_abidin@yahoo.com
slametzainal_abidin@yahoo.com
Guru bertindak sebagai fasilitator yang meyakinkan siswa untuk menemukan sendiri prinsip-prinsip dan mengkonstruksi pengetahuan dengan memecahkan problem-problem yang realistis. Konstruktivisme juga dikenal sebagai konstruksi pengetahuan sebagai suatu proses sosial. Kita dapat melakukan klarifikasi dan mengorganisasi gagasan mereka sehingga kita dapat menyuarakan aspirasi mereka melalui berbagai media yang digunakan dalam proses pembelajaran. Hal ini akan memberi kesempatan kepada kita mengelaborasi apa yang mereka pelajari. Kita menjadi terbuka terhadap pandangan orang lain. Hal ini juga memungkinkan kita menemukan kejanggalan dan inkonsistensi karena dengan belajar kita bisa mendapatkan hasil terbaik. Konstruktivisme dengan sendirinya memiliki banyak variasi, seperti generative learning, discovery learning, dan knowledge building. Mengabaikan variasi yang ada, konstruktivisme membangkitkan kebebasan eksplorasi siswa dalam suatu kerangka atau struktur, dimana siswa dapat melalukan apapun yang dikehendaki tentunya guru sebagai pangawas. Dalam sudut pandang lainya. Konstruktivisme merupakan seperangkat asumsi tentang keadaan alami belajar dari manusia yang membimbing para konstruktivis mempelajari teori metode mengajar dalam pendidikan. Nilai-nilai konstruktivisme berkembang dalam pembelajaran yang didukung oleh guru secara memadai berdasarkan inisiatif dan arahan dari siswa sendiri.
Menurut pendekatan konstruktivis sosial, guru harus menyesuaikan perannya dari sebagai instruktur ke peran sebagai fasilitator. Ketika seorang guru memberikan pembelajaran dalam suatu mata pelajaran, perannnya sebagai fasilitator membantu pembelajar untuk memperoleh pemahamannya sendiri tentang materi. Selama proses pembelajaran, dalam skenario pembelajaran tradisional pembelajar berperan pasif, dalam pembelajaran konstruktivisme sosial pembelajaran berperan aktif. Dengan demikian, penekanannya berubah dari instruktur dan materi ke pembelajar. Perubahan dramatik dalam hal peran ini membawa konsekuensi pada guru untuk memiliki seperangkat keterampilan baru dari sebelumnya merupakan suatu keharusan. Sebagai guru ia memberitahu, sebagai fasilitator ia bertanya; sebagai guru ia "ing ngarso", sebagai fasilitator ia "tut wuri"; seorang guru memberikan jawaban sesuai seperangkat kurikulum, seorang fasilitator, seorang fasilitator memberikan garis besar haluan dan menciptakan lingkungan untuk pembelajar agar bisa menemukan kesimpulannya sendiri; seorang guru cenderung monolog, seorang fasillitator senatiasa dialog dengan pembelajar. Seorang fasilitator seharusnya juga mampu mengadaptasi pengalaman belajarnya sendiri dalam rangka mengarahkan pengalaman belajar itu menuju ke mana pembelajar ingin menciptakan sendiri nilai yang bermakna.
Lingkungan pembelajar seharusnya juga dirancang untuk mendukung dan memberikan tantangan pada proses berpikir pembelajar. Meskipun disarankan agar memberikan kepada pembelajar akses untuk menemukan masalahnya sendiri dan proses pemecahannya, seringkali kegiatan ataupun solusinya tidak memadai. Pada akhirnya, tujuan utamanya adalah memberikan pembelajar dukungan untuk menjadi pemikir efektif. Hal ini bisa dilakukan dengan memainkan peran ganda, yaitu konsultan dan pelatih. Ini sesuai dengan peran dan fungsi guru yang dijabarkan dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, yang merupakan penereapan dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional serta guna menghasilkan peserta didik yang unggul dan kompeten.






0 komentar:
Post a Comment