Oleh Cahya Aristya Buana
Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Semarang
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot
Arronson dan rekan-rekannya di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh
Slavin dan kawan-kawan di Universitas John Hopkin (Sugianto, 2010:45). Jigsaw
adalah salah satu dari metode-metode kooperatif yang paling fleksibel (Slavin,
2005:246). Model pembelajaran Jigsaw merupakan salah satu variasi model
Collaborative Learning yaitu proses belajar kelompok dimana setiap anggota
menyumbangkan informasi, pengalaman, ide, sikap, pendapat, kemampuan, dan
keterampilan yang dimilikinya, untuk secara bersama-sama saling meningkatkan
pemahaman seluruh anggota.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe
pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok
yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Sudrajat,
2008:1).
Model pembelajaran Jigsaw merupakan strategi yang
menarik untuk digunakan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi
beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian.
Kelebihan strategi ini adalah dapat melibatkan seluruh peserta didik dalam
belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain (Zaini, 2008:56).
Penerapan
Model Pembelajaran Jigsaw
Pada pembelajaran model Jigsaw para siswa bekerja dalam tim
yang heterogen. Para siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa bab
atau unit, dan diberikan lembar ahli yang terdiri atas topik-topik yang berbeda
yang harus menjadi fokus perhatian masing-masing anggota tim saat mereka
membaca. Setelah semua peserta didik selesai membaca, siswa dari tim berbeda
yang mempunyai fokus topik sama bertemu dalam kelompok ahli untuk menentukan
topik mereka. Para ahli tersebut kemudian kembali kepada tim mereka dan secara
bergantian mengajari teman satu timnya mengenai topik mereka.
Selanjutnya para siswa menerima penilaian yang mencakup
seluruh topik dan skor kuis akan menjadi skor tim. Skor-skor yang
dikontribusikan para siswa kepada timnya didasarkan pada sistem skor
perkembangan individual dan para siswa yang timnya meraih skor tertinggi akan
menerima sertifikat atau bentuk-bentuk rekognisi tim lainnya. Dengan demikian
para siswa termotivasi untuk mempelajari materi dengan baik dan untuk bekerja
keras dalam kelompok ahli mereka supaya dapat membantu timnya melakukan tugas
dengan baik.
Faktor Keberhasilan Model Pembelajaran Jigsaw
Faktor-faktor kunci keberhasilan yang harus diperhatikan
dalam penerapan model pembelajaran jigsaw adalah :
1.
Positive interdependence. Setiap anggota kelompok harus memiliki
ketergantungan satu sama lain yang dapat menguntungkan dan merugikan anggota
kelompok lainnya.
2.
Individual accountability. Setiap anggota kelompok harus memiliki rasa
tanggung jawab atas kemajuan proses belajar seluruh anggota termasuk dirinya
sendiri.
3.
Face-to-face promotive interaction. Anggota
kelompok melakukan interaksi tatap muka yang mencakup diskusi dan elaborasi
dari materi pembahasan.
4.
Social skills. Setiap anggota kelompok harus memiliki kemampuan
bersosialisasi dengan anggota lainnya sehingga pemahaman materi dapat diperoleh
secara kolektif.
5.
Groups processing and Reflection. Kelompok harus melakukan
evaluasi terhadap proses belajar untuk meningkatkan kinerja kelompok.
Hambatan model pembelajaran Jigsaw
Tidak selamanya
proses belajar dengan model Jigsaw berjalan dengan lancar. Ada beberapa hanbatan
yang dapat muncul antara lain :
1.
Kurang
terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan model ini. Peserta didik dan
pengajar masih terbawa kebiasaan model konvensional, dimana pemberian materi
terjadi secara satu arah.
2.
Terbatasnya waktu. Proses model pembelajaran ini
membutuhkan waktu yang lebih banyak, sementara waktu pelaksanaan model ini
harus disesuaikan dengan beban kurikulum.






0 komentar:
Post a Comment